Rabu, 11 Januari 2012

study kasus keluarga

Pengkajian keperawatan keluarga pada Ny. S
Di Gg. Jambu no. 10 Kampung Baru
Bandar lampung

MAKALAH STUDY KASUS












Oleh:
1. Bela Novi Anggara
2. Dwi Anas Saputra
3. Handoko
4. Juanda
5. Nurmala Sari
6. Ria Meriza Rani
7. Rosmalia
8. Rudi Irawan

AKADEMI KEPERAWATAN PANCA BHAKTI BANDAR LAMPUNG
TAHUN AKADEMIK 2011/2012

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………… i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................ 1
B. Tujuan ............................................................................................................. 2
C. Ruang Lingkup ............................................................................................... 3
D. Metode Penulisan ............................................................................................. 3
E. Sistematika Penulisan ...................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Keluarga
1. Pengertian Keluarga ....................................................................................6
2. Struktur Keluarga ....................................................................................... 6
3. Tipe atau Bentuk Keluarga ........................................................................ 7
4. Fungsi Keluarga ........................................................................................ 9
5. Peran Keluarga ......................................................................................... 11
6. Tahap-tahap Perkembangan Keluarga ..................................................... 12
7. Perawatan Kesehatan Keluarga ............................................................... 17

B. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian ................................................................................................ 18
2. Etiologi .................................................................................................... 19
3. Patofisiologi ............................................................................................. 19
4. Manifestasi Klinis .................................................................................... 21
5. Klasifikasi ................................................................................................ 22
6. Komplikasi ............................................................................................... 23
7. Pemeriksaan Penunjang ........................................................................... 23
8. Penatalaksanaan ....................................................................................... 25
C. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga
1. Definisi .................................................................................................... 25
2. Pengkajian ............................................................................................... 26
3. Analisa Data ............................................................................................. 26
4. Perumusan Masalah ................................................................................. 27
5. Diagnosa Keperawatan ............................................................................ 27
6. Intervensi ................................................................................................. 31
7. Evaluasi .................................................................................................... 33
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian ...................................................................................................... 34
B. Analisa Data ................................................................................................... 46
C. Skoring ........................................................................................................... 48
D. Perencanaan ................................................................................................... 51
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................... 65
B. Saran .............................................................................................................. 66
DAFTAR PUSTAKA

Ii













KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya , penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Keluarga Preeklamsi ”. Penulis telah berhasil melewati berbagai halangan dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Ns. Arbina M. Temata, S.Kep, yang telah membimbing dalam pembuatan makalah ini serta berbagai pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis membutuhkan saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan makalah ini. Penulis juga berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi bagi seluruh pembacanya.


Hormat Kami,

Penulis



i


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan Nasional pada hakekatnya adalah pembangunan Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia yang bertujuan agar tercapainya hidup sehat bagi setiap penduduk sehingga kesehatan yang optimal dapat terwujud yaitu masyarakat yang sehat (Budiarta, 2010). Dalam mencapai upaya tersebut maka dilakukan berbagai upaya kesehatan yang salah satunya adalah asuhan keperawatan keluarga, keluarga yang menjadi sasaran adalah keluarga yang anggotanya mempunyai masalah kesehatan (Budiarta, 2010).

Peran perawat terhadap masalah ini adalah pemberi asuhan keperawatan kepada anggota keluarga seperti: pengenal kesehatan,pemberi pelayanan pada anggota keluarga yang sakit, koordinator pelayanan kesehatan, fasilitator, pendidik kesehatan, penyuluh dan konsultan (Setiadi, 2008). Menurut Depkes (1999) dalam Achjar (2010), alasan keluarga sebagai sasaran asuhan keperawatan karena keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Didalam keluarga diperlukan asuhan keperawatan keluarga, karena didalam keluarga sering ditemukan suatu masalah kesehatan.
Asuhan keperawatan keluarga adalah suatu rangkaian kegiatan yang diberikan melalui praktek keperawatan dengan sasaran keluarga yang bertujuan meningkatkan status kesehatan keluarga agar keluarga dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan keluarga yang mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antara anggota keluarga dengan masyarakat dan lingkungan (Setiadi, 2008).

Keluarga yang menjadi sasaran dalam melakukan asuhan keperawatan adalah keluarga dengan masalah utama hipertensi yang tujuannya untuk mencegah terjadinya komplikasi dari hipertensi dan dapat meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan dalam meningkatkan, mencegah, memelihara kesehatan mereka sehingga status kesehatan dalam keluarga meningkat dan mampu melaksanakan tugas-tugas mereka secara produktif (Setiadi, 2008).

Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih ( Rustam Muctar, 1998 ).
Menurut kamus saku kedokteran Dorland, Preeklampsia adalah toksemia pada kehamilan lanjut yang ditandai oleh hipertensi, edema, dan proteinuria.


B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis dapat memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan keluarga dengan masalah preeklamsi secara menyeluruh
2. Tujuan Khusus
Penulis mampu memberikan gambaran tentang:
a. Konsep teori penyakit dan asuhan keperawatan dengan preeklamsi
b. Pengkajian status kesehatan pada ibu hamil dengan masalah kesehatan preeklamsi
c. Rencana asuhan keperawatan ibu hamil dengan masalah kesehatan preeklamsi


C. Ruang Lingkup
Asuhan keperawatan dilakukan pada keluarga khususnya pada ibu hamil dengan preeklamsi di kampung baru

D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan adalah deskriptif melalui pendekatan study kasus dan study referensi dengan metode proses keperawatan, sedangkan teknik pengambilan data pada kasus dengan cara pengamatan, partisipasi aktif, wawancara, pemeriksaan fisik dengan keluarga serta mengadakan kunjungan rumah terhadap keluarga, catatan keperawatan dan study kepustakaan.

E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan ilmiah ini terdiri dari lima bab, yaitu :
Adapun sistematika penulisan study kasus ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Berisi latar belakang, tujuan, ruang lingkup, metode penulisan dan sistematika penulisan
BAB II : TINJAUAN TEORI
Berisi tentang konsep dasar keluarga, konsep dasar penyakit dan konsep keperawatan keluarga.
BAB III : TINJAUAN KASUS
Terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, pada ibu hamil dengan masalah kesehatan preeklamsi di Wilayah Ratu Bandar Lampung.



BAB IV : PEMBAHASAN
Membahas tentang kesenjangan data yang terdapat di landasan teori dan tinjauan kasus, meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan keluarga, intervensi,.
BAB V : PENUTUP
Terdiri dari kesimpulan dan saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN






















BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Keluarga
1. Pengertian keluarga
Pengertian keluarga sangat banyak dituliskan dalam berbagai refrensi. Penulis akan mencoba mengangkat berbagai pengertian tentang keluarga diantaranya menurut Murray dan Zentner (1997) dalam Achjar (2010), keluarga adalah suatu sistem sosial yang berisi dua atau lebih orang yang hidup bersama yang mempunyai hubungan darah, perkawinan, adopsi atau tinggal bersama dan saling menguntungkan, mempunyai tujuan bersama, mempunyai generasi penerus, saling pengertian dan saling menyayangi. Menurut Friedman (1998) dalam Achjar (2010), keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh perkawinan, adopsi dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari individu-individu yang ada di dalamnya terlihat dari pola interaksi yang saling ketergantungan untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan menurut Mubarak, Chayatin & Santoso (2009), keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga selalu berinteraksi satu sama lain.

2. Struktur keluarga
Struktur keluarga menggambarkan bagaimana keluarga melaksanakan fungsi keluarga dimasyarakat. Menurut Setiadi (2008), struktur keluarga terdiri atas bermacam-macam, di antaranya adalah:
a. Patrilineal
Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, di mana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.
b. Matrilineal
Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi di mana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.
c. Matrilokal
Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.
d. Patrilokal
Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.
e. Keluarga kawin
Keluarga kawin adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami istri.
3. Tipe atau bentuk keluarga
Menurut Setiadi (2008), pembagian tipe keluarga ini bergantung kepada konteks dan orang yang mengelompokan:
a. Secara tradisional
1) Keluarga inti (Nuklear Family) adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunan atau adopsi atau keduanya.
2) Keluarga besar (Extended Family) adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek, paman-bibi)
b. Secara modern (berkembangnya peran individu dan meningkatnya rasa individualisme) maka pengelompokan tipe keluarga selain diatas adalah:
1) Traditional Nuclear
Keluarga inti (ayah, ibu dan anak) tinggal dalam satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan, satu atau keduanya dapat bekerja diluar rumah
2) Reconstituted Nuclear
Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali suami/istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan baru, satu/keduanya dapat bekerja diluar rumah

3) Aging Couple
Suami sebagai pencari uang, istri dirumah /kedua-duanya bekerja di rumah, anak-anak sudah meninggalkan rumah karena sekolah/perkawinan/meniti karier
4) Dyadic Nuclear
Suami istri yang berumur dan tidak mempunyai anak yang keduanya atau salah satu bekerja di luar rumah
5) Single Parent
Satu orang tua sebagai akibat perceraian atau kematian pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal dirumah atau diluar rumah
6) Dual Carrier
Suami istri atau keduanya orang karier dan tanpa anak
7) Commuter Married
Suami istri atau keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada jarak tertentu. Keduanya saling mencari pada waktu-waktu tertentu
8) Single Adult
Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya keinginan untuk kawin
9) Three Generation
Tiga generasi atau lebih yang tinggal dalam satu rumah
10) Institutional
Anak-anak atau orang-orang dewasa yang tinggal dalam satu panti
11) Communal
Satu rumah terdiri dari dua atau lebih pasangan yang monogamy dengan anak-anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas
12) Group Marriage
Satu perumahan terdiri dari orang tua dan keturunannya didalam satu kesatuan keluarga dan tiap individu adalah kawin dengan yang lain dan semua adalah orang dari anak-anak
13) Unmarried Parent and Child
Ibu dan anak dimana perkawinan tidak dikehendaki, anak diadopsi
14) Cohibing Cauple
Dua orang atau satu pasangan yang tinggal bersama tanpa kawin
15) Gay and Lesbian Family
Keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjanis kelamin sama.
4. Fungsi keluarga
Fungsi keluarga menurut Setiawati dan Dermawan (2005) dalam Achjar (2010) merupakan hasil atau konsekuensi dari struktur keluarga atau sesuatu tentang apa yang dilakukan oleh keluarga. Terdapat beberapa fungsi keluarga:
a. Fungsi afektif
Fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan pemeliharaan kepribadian dari anggota keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan fungsi afektif melalui keluarga yang gembira dan bahagia. Anggota keluarga yang mengembangkan gambaran diri yang positif, perasaan yang dimiliki, perasaan yang berarti, dan merupakan sumber kasih saying. Dukungan (reinforcement) yang semuanya dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dalam keluarga. Menurut Mubarak, Chayatin & Santoso (2009), komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga untuk fungsi afektif antara lain:
1. Memelihara saling asuh (mutual nurturance)
Saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling menerima dan saling mendukung antar anggota.
2. Keseimbangan saling menghargai
Pendekatan yang cukup baik untuk menjadi orang tua diistilahkan dengan keseimbangan saling menghargai. Adanya sikap saling menghargai dengan mempertahankan iklim yang positif disetiap anggota diakui serta dihagai keberadaan dan haknya sebagai orang tua maupun sebagai anak.
3. Pertalian dan identifikasi
Pertalian (bonding) atau kasih saying (attachment) digunakan seara bergantian. Kasih sayang adalah ikatan emosional yang relative unik dan abadi antara dua orang tertentu.


4. Keterpisahan dan kepaduan
Cara keluarga memenuhi kebutuhan psikologis, mempengaruhi identitas diri, dan harga diri individu. Selama masa awal sosialisasi, keluarga membentuk dan memprogramkan tingkah laku seorang anak hal tersebut dapat membentuk ras memiliki identitas.

5. Fungsi sosialisasi
Fungsi sosialisasi tercermin dalam melakukan pembinaan sosialisasi pada anak, membentuk nilai dan norma yang diyakini anak, memberikan batasan perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak, meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
6. Fungsi perawatan kesehatan
Fungsi perawatan kesehatan keluarga merupakan fungsi keluarga dalam melindungi keamanan dan kesehatan seluruh anggota keluarga serta menjamin pemenuhan kebutuhan perkembangan fisik, mental dan spiritual, dengan cara memelihara dan merawat anggota keluarga serta mengenali kondisi sakit tiap anggota keluarga.
7. Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang, pangan, papan, dan kebutuhan lainnya melalui keefektifan sumber dana keluarga.

8. Fungsi biologis
Fungsi biologis, bukan hanya ditujukan untuk meneruskan keturunan tetapi untuk memelihara dan membesarkan anak demi kelanjutan generasi selanjutnya.
9. Fungsi psikologis
Fungsi psikologis, terlihat bagaimana keluarga memberikan kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian diantara anggota keluarga, membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga dan memberikan identitas keluarga.
10. Fungsi pendidikan
Fungsi pendidikan diberikan keluarga dalam rangka memberikan pengetahuan, ketrampilan, membentuk perilaku anak, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa, mendidik anak sesuai dengan tingkatan perkembangannya.
5. Peran keluarga
Menurut Setiadi (2008), setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing, antara lain adalah:
a. Ayah
Ayah sebagai pemimpin keluarga mempunyai peran sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung / pengayom, pemberi rasa aman bagi setiap anggota keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu.
b. Ibu
Ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-anak, pelindung keluarga dan juga sebagai pencari nafkah tambahan keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu.
c. Anak
Anak berperan sebagai pelaku psikososial sesuai dengan perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritual.
6. Tahap-tahap perkembangan keluarga
Perkembangan keluarga adalah proses perubahan yang terjadi pada sistem keluarga (Mubarak, Chayatin, & Santoso, 2009). Berikut tahap-tahap perkembangan keluarga disertai dengan fungsi atau tugas pada setiap tahap perkembangan:
a. Tahap I, keluarga pemula atau pasangan baru (berginning family)
Keluarga baru dimulai pada saat masing-masing individu, yaitu suami dan istri membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan keluarga masing-masing, secara psikologis keluarga tersebut sudah memiliki keluarga baru.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain:
1) Membina hubungan intim dan kepuasan bersama
2) menetapkan tujuan bersama
3) Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, dan kelompok sosial
4) Merencanakan anak (KB)
5) Menyesuaikan diri dengan kehamilan dan mempersiapkan diri untuk menjadi orang tua.
b. Tahap II keluarga dengan kelahiran anak pertama (child bearing family)
Keluarga yang menantikan kelahiran di mulai dari kehamilan sampai kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak pertama berusia 30 bulan (2,5 tahun). Kehamilan dan kelahiran bayi perlu dipersiapkan oleh pasangan suami-istri melalui beberapa tugas perkembangan yang penting. Tugas perkembangan keluarga tahap II yaitu:
1) Persiapan menjadi orang tua
2) Membagi peran dan tanggung jawab
3) Menata ruang untuk anak atau mengembangkan suasana runiah yang menyenangkan
4) Mempersiapkan biaya atau dana child bearing
5) Memfasilitasi role learning anggota keluarga
6) Bertanggung jawab memenuhi kebutuhan bayi sampai balita
7) Mengadakan kebiasaan keagamaan secara rutin
c. Tahap III keluarga dengan anak prasekolah (families with preschool)
Tahap ini dimulai saat kelahiran anak berusia 2,5 tahun dan berakhir saat anak berusia 5 tahun. Pada tahap ini orang tua beradaptasi terhadap kebutuhan-kebutuhan dan minat dari anak prasekolah dalam meningkatkan pertumbuhannya. Kehidupan keluarga pada tahap ini sangat sibuk dan anak sangat bergantung pada orang tua. Kedua orang tua harus mengatur waktunya sedemikian rupa, sehingga kebutuhan anak, suami istri, dan pekerjaan (purna waktu/paruh waktu) dapat terpenuhi.
Tugas perkembangan keluarga tahap III yaitu:
1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti: kebutuhan tempat tinggal, privasi, dan rasa aman
2) Membantu anak untuk bersosialisasi
3) Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak yang lain juga harus terpenuhi
4) Mempertahankan hubungan yang sehat, baik di dalam maupun di luar keluarga (keluarga lain dan lingkungan sekitar)
5) Pembagian waktu untuk individu, pasangan, dan anak (tahap paling repot)
6) Pembagian tanggung jawab anggota keluarga
7) Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang anak.
d. Tahap IV keluarga dengan anak usia sekolah (families with school children)
Tahap ini dimulai pada saat anak yang tertua memasuki sekolah pada usia 6 tahun dan berakhir pada usia 12 tahun. Pada fase ini umumnya keluarga mencapai jumlah anggota keluarga maksimal, sehingga keluarga sangat sibuk. Selain aktivitas di sekolah, masing¬-masing anak memiliki aktivitas dan minat sendiri. Demikian pula orang tua yang menpunyai aktivitas yang berbeda dengan anak.
Tugas perkembangan keluarga tahap IV yaitu:
1) Memberikan perhatian tentang kegiatan sosial anak, pendidikan, dan semangat belajar
2) Tetap mempertahankan hubungan yang harmonis dalam perkawinan
3) Mendorong anak untuk mencapai pengembangan daya intelektual.
4) Menyediakan aktivitas untuk anak.
5) Menyesuaikan pada aktivitas komunitas dengan mengikutsertakan anak.
e. Tahap V keluarga dengan anak remaja (families with teenagers)
Tahap ini dimulai pada saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya berakhir sampai pada usia 19-20 tahun, pada saat anak meninggalkan rumah orang tuanya. Tujuan keluarga adalah melepas anak remaja dan memberi tanggung jawab serta kebebasan yang lebih besar untuk mempersiapkan diri menjadi lebih dewasa.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap V yaitu:
1) Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab mengingat remaja yang sudah bertambah dewasa dan meningkat otonominya
2) Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga
3) Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua, hindari perdebatan, kecurigaan, dan permusuhan
4) Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.
f. Tahap VI keluarga dengan anak dewasa atau pelepasan (launching center families)
Tahap ini dimulai pada saat anak terakhir meninggalkan rumah, lamanya tahap ini bergantung pada jumlah anak dalam keluarga atau jika anak yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua. Tujuan utama pada tahap ini adalah mengorganisasikan kembali keluarga untuk tetap berperan dalam melepas anaknya untuk hidup sendiri.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap VI yaitu:
1) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar
2) Mempertahankan keintiman pasangan
3) Membantu orang tua suami atau istri yang sedang sakit dan memasuki masa tua.
4) Mempersiapkan anak untuk hidup mandiri dan menerima kepergian anaknya
5) Menata kembali fasilitas dan sumber yang ada pada keluarga
6) Berperan suami istri, kakek dan nenek
7) Menciptakan lingkungan rumah yang dapat menjadi contoh bagi anak-anaknya.


g. Tahap VII keluarga usia pertengahan (middle age families)
Tahapan ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal. Beberapa pasangan pada fase ini akan dirasakan sulit karena masalah usia lanjut, perpisahan dengan anak, dan perasaan gagal sebagai orang tua.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap VII yaitu:
1) Mempertahankan kesehatan
2) Mempunyai lebih banyak waktu dan kebebasan dalam arti mengolah minas sosial dan waktu santai
3) Memulilikan hubungan antara generasi muda dengan generasi tua
4) Keakraban dengan pasangan
5) Memelihara hubungan/kontak dengan anak dan keluarga
6) Persiapan masa tua atau pensiun dan meningkatkan keakraban pasangan.
h. Tahap VIII keluarga usia lanjut
Tahap terakhir perkembangan keluarga dimulai pada saat salah satu pasangan pensiun, berlanjut salah satu pasangan meninggal, sampai keduanya meninggal. Proses usia lanjut dan pensiun merupakan realitas yang tidak dapat dihindari karena berbagai proses stresor dan kehilangan yang harus dialami keluarga.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap VIII yaitu:
1) Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan
2) Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik, dan pendapatan
3) Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat
4) Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat
5) Melakukan file review
6) Menerima kematian pasangan, kawan, dan mempersiapkan kematian.
7. Perawatan kesehatan keluarga
a. Keperawatan kesehatan keluarga
Perawatan kesehatan keluarga adalah perawatan kesehatan yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit atau satu kesatuan yang dirawat, dengan sehat sebagai tujuannya yang dilakukan oleh seorang perawat profesional dengan proses keperawatan yang berpedoman pada standar praktik keperawatan dengan berlandaskan etik dan etika keperawatan dalam lingkup dan wewenang serta tanggung jawab keperawatan (Setiadi, 2008).
b. Keluarga kelompok resiko tinggi
Memberikan asuhan keperawatan terhadap keluarga, lebih ditekankan kepada keluarga dengan resiko tinggi dalam bidang kesehatan antara lain:
1) Keluarga dengan anggota keluarga dalam masa usia subur dengan masalah sebagai berikut:
a) Tingkat sosial ekonomi rendah
b) Keluarga kurang atau tidak mampu mengatasi masalah kesehatan sendiri
c) Keluarga dengan penyakit keturunan
2) Keluarga dengan ibu resiko tinggi kebidanan, yaitu:
a) Waktu hamil umur ibu kurang dari 16 tahun atau lebih dari 35 tahun
b) Waktu hamil menderita kekurangan gizi atau anemia
c) Riwayat persalinan dengan komplikasi
3) Keluarga dengan anak:
a) Lahir prematur
b) Berat badan sukar naik
c) Lahir dengan cacat bawaan
d) Asi ibu kurang sehingga tidak mencukupi kebutuhan bayi
e) Ibu menderita penyakit menular
4) Keluarga mempunyai masalah dalam hubungannya antara anggota keluarga.
a) Anak ytang tidak dikehendaki dan mencoba untuk digugurkan
b) Sering timbul cekcok
c) Ada anggota keluarga yang sering sakit
d) Salah satu orang tua (suami atau istri) meninggal, cerai, atau lari meninggalkan rumah (Setiadi, 2008)

c. Tugas-tugas keluarga dalam bidang kesehatan
Menurut Achjar (2010), tugas keluarga merupakan pengumpulan data yang berkaitan dengan ketidakmampuan keluarga dalam menghadapi masalah kesehatan. Asuhan keperawatan keluarga, mencantumkan lima tugas keluarga, yaitu:
1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan
2) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan
3) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit
4) Ketidakmampuan keluarga memodofikasi lingkungan
5) Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan (Setiadi, 2008).

B. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih ( Rustam Muctar, 1998 ).
Preeklampsia adalah toksemia pada kehamilan lanjut yang ditandai oleh hipertensi, edema, dan proteinuria (Kamus kedokteran Dorland).
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. (Mansjoer, 2000).


2. Etiologi
Pada dasarnya penyebab preeklamsia secara pasti belum di ketahui.
Teori yang bayak di kemukakan sebagai penyebabnya adalah adalah iskemia plasenta atau kurangnya sirkulasi O2 ke plasenta.
faktor predisposisi atau terjadinya preeklamsia dan eklampsia, antara lain:
1. Diabetes militus
2. Gangguan ginjal kronik
3. Hipertensi
4. Molahydatidosa
5. Polyhydramnion
6. Primi grapida tua
3. Patofisiologi
Perubahan kardiovaskula
Turunnya tekanan darah pada kehamilan normal : karena vasodilatasi perifer. Vasodilatasi perifer disebabkan penurunan tonus otot polos arteriol, akibat :
1. meningkatnya kadar progesteron dalam sirkulasi
2. menurunnya kadar vasokonstriktor (adrenalin/noradrenalin/ angiotensin II)
3. menurunnya respons dinding vaskular terhadap vasokonstriktor akibat produksi vasodilator/prostanoid yang juga tinggi (PGE2/PGI2)
4. menurunnya aktifitassusunan saraf simpatis vasomotor ke tekanan darah sebelum hamil.
1/3 pasien pre-eklampsia : terjadi pembalikan ritme diurnal, tekanan darah naik pada malam hari. Juga terdapat perubahan lama siklus diurnal menjadi 20 jam per hari, dengan penurunan selama tidur, yang mungkin disebabkan perubahan di pusat pengatur tekanan darah atau pada refleks baroreseptor.
Regulasi volume darah
Pengendalian garam dan homeostasis juga meningkat pada preeklampsia.Kemampuan mengeluarkan natrium terganggu, tapi derajatnya bervariasi. Pada keadaan berat mungkin juga tidak ditemukan edema (suatu "pre-eklampsia kering"). Jika ada edema interstisial, volume plasma lebih rendah dibandingkan wanita hamil normal, dan dengan demikian terjadi 500 ml dibanding wanita hamil normal.
Fungsi organ-organ lain
Otak
Pada hamil normal, perfusi serebral tidak berubah, namun pada pre-eklampsia terjadi spasme pembuluh darah otak, penurunan perfusi dan suplai oksigen otak sampai 20%. Spasme menyebabkan hipertensi serebral, faktor penting terjadinya perdarahan otak dan kejang / eklampsia.
Hati
Terjadi peningkatan aktifitas enzim-enzim hati pada pre-eklampsia, yang berhubungan dengan beratnya penyakit.
Ginjal
Pada pre-eklampsia, arus darah efektif ginjal berkurang + 20%, filtrasi glomerulus berkurang + 30%. Pada kasus berat terjadi oligouria, uremia, sampai nekrosis tubular akut dan nekrosis korteks renalis. Ureum-kreatinin meningkat jauh di atas normal. Terjadi juga peningkatan pengeluaran protein ("sindroma nefrotik pada kehamilan").
Sirkulasi uterus, koriodesidua dan plasenta
Perubahan arus darah di uterus, koriodesidua dan plasenta adalah patofisiologi yang TERPENTING pada pre-eklampsia, dan merupakan faktor yang menentukan hasil akhir kehamilan.
1. Terjadi iskemia uteroplasenter, menyebabkan ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang berkurang.
2. hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta, yang mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu. Renin juga meningkatkan kepekaan vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor lain (angiotensin, aldosteron) sehingga terjadi tonus pembuluh darah yang lebih tinggi.
3. karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke janin. Akibatnya bervariasi dari gangguan pertumbuhan janin sampai hipoksia dan kematian janin.
4. Manifestasi Klinik
a. Nyeri kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti dengan peningkatan tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut terus menerus dan tidak berkurang dengan pemberian aspirin atau obat sakit kepala lain
b. Gangguan penglihatan a pasien akan melihat kilatan-kilatan cahaya, pandangan kabur, dan terkadang bisa terjadi kebutaan sementara
c. Iritabel a ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara berisik atau gangguan lainnya
d. Nyeri perut a nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai dengan muntah
e. Gangguan pernafasan sampai cyanosis
f. Terjadi gangguan kesadaran

5. Klasifikasi
Dibagi menjadi 2 golongan, yaitu sebagai berikut :
a. Preeklampsia Ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
• Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring terlentang; atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan sistolik mmHg atau lebih .Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
• Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat 1 kg atau lebih per minggu.
• Proteinuria kwantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kwalitatif 1 + atau 2 + pada urin kateter atau midstream.
b. Preeklampsia Berat
• Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
• Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
• Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .
• Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri pada epigastrium.
• Terdapat edema paru dan sianosis.




6. Komplikasi Preeklamsi
Tergantung pada derajat preeklampsi yang dialami.Namun yang termasuk komplikasi antara lain:
Pada Ibu
• Eklapmsia
• Solusio plasenta
• Pendarahan subkapsula hepar
• Kelainan pembekuan darah ( DIC )
• Sindrom HELPP ( hemolisis, elevated, liver,enzymes dan low platelet count )
• Ablasio retina
• Gagal jantung hingga syok dan kematian.
Pada Janin
• Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus
• Prematur
• Asfiksia neonatorum
• Kematian dalam uterus
• Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan darah lengkap
• Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% )
• Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% )
• Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 )
2. Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine.
3. Pemeriksaan Fungsi hati
• Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl ) • LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat • Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
• Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat ( N= 15-45 u/ml )
• Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat ( N= <31 u/l )
o Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )
4. Tes kimia darah
Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl )
b. Radiologi
1. Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.
2. Kardiotografi
Diketahui denyut jantung janin bayi lemah.




3. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Non Farmakologis
1) Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
2) Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging, bersepeda atau berenang.
b. Penatalaksanaan Farmakologis
Secara garis besar terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
1) Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2) Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
3) Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4) Tidak menimbulkan intoleransi.
5) Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
6) Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
7) Golongan obat–obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti golongan diuretik, golongan betabloker.

C. Konsep asuhan keperawatan keluarga
1. Definisi
Asuhan keperawatan keluarga merupakan proses yang kompleks dengan menggunakan pendekatan sistematis untuk bekerja sama dengan keluarga dan individu sebagai anggota keluarga (Mubarak, Chayatin & Santoso 2009).
2. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dimana seorang perawat mulai mengumpulkan informasi tentang keluarga yang dibinanya (Setiadi, 2008).
Menurut Mubarak, Chayatin & Santoso (2009), hal-hal yang perlu dikaji pada tahap pengkajian adalah:
a. Data umum
b. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
c. Pengkajian lingkungan
d. Karakteristik lingkungan dan komunitas tempat tinggal
e. Struktur keluarga
f. Fungsi keluarga
g. Stress dan koping keluarga
h. Pemeriksaan fisik
i. Harapan keluarga

3. Analisa data
Setelah data terkumpul (dalam format pengkajian) maka selanjutnya dilakukan analisa data yaitu mengaitkan data dan menghubungkan dengan konsep teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan keperawatan keluarga (Setiadi, 2008).

Menurut Setiadi (2008), ada 3 norma yang perlu diperhatikan dalam melihat perkembangan kesehatan keluarga untuk melakukan analisa data, yaitu:
a. Keadaan kesehatan yang normal bagi setiap anggota keluarga yang meliputi:
1) Keadaan kesehatan fisik, mental dan sosial anggota keluarga.
2) Keadaan pertumbuhan dan perkembangan anggota keluarga.
3) Keadaan gizi anggota keluarga.
4) Status imunisasi anggota keluarga.
5) Kehamilan dan KB.
b. Keadaan rumah dan sanitasi lingkungan, yang meliputi: rumah yang meliputi ventilasi, penerangan, kebersihan, kontruksi, luas rumah, sumber air minum, jamban keluarga, tempat pembuangan air limbah, pemanfaatan perkarangan yang ada.

c. karakteristik keluarga yang meliputi:
1) Sifat-sifat keluarga.
2) Dinamika dalam keluarga.
3) Komunikasi dalam keluarga.
4) Interaksi antar anggota keluarga.
5) Kesanggupan keluarga dalam membawa perkembangan anggota keluarga.
6) Kebiasaan dan nilai-nilai yang berlaku dalam keluarga.
4. Perumusan masalah
Langkah berikutnya setelah analisa data adalah perumusan masalah. Perumusan masalah keperawatan keluarga dapat diarahkan kepada sasaran individu dan atau keluarga (Setiadi, 2008).
5. Diagnosa keperawatan
Menurut Mubarak, Chayatin & Santoso (2009), diagnosis keperawatan adalah keputusan klinis mengenai individu, keluarga, atau masyarakat yang diperoleh melalui suatu proses pengumpulan data dan analisis data secara cermat, memberikan dasar untuk menetapakan tindakan-tindakan dimana perawat bertanggung jawab untuk melaksanakannya. Diagnosis keperawatan keluarga dianalisis dari hasil pengkajian terhadap masalah dalam tahap perkembangan keluarga, lingkungan keluarga, struktur keluarga fungsi-fungsi keluarga, koping keluarga, baik yang bersifat aktual, resiko, maupun sejahtera dimana perawat memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk melakukan tindakan keperawatan bersama-sama dengan keluarga, berdasarkan kemampuan dan sumber daya keluarga.

Diagnosis keperawatan keluarga dirumuskan berdasarkan data yang didapatkan pada pengkajaian. Komponen diagnosis keperawatan keluarga meliputi problem atau masalah, etiologi atau penyebab dan sign atau tanda yang selanjutnya dikenal dengan PES.
a. Problem atau masalah (P)
b. Etiologi atau penyebab (E)
c. Sign atau tanda (S)
Tipologi dari diagnosis keperawatan:
a. Diagnosis aktual (terjadi defisit atau gangguan kesehatan)
Pada diagnosis keperawatan aktual, faktor yang berhubungan merupakan etiologi atau faktor penunjang lain yang telah mempengaruhi perubahan status kesehatan. Sedangkan faktor tersebut dapat dikelompokkan kedalam empat kategori, yaitu: patofisiologi, tindakan yang berhubungan, situasional, maturasional
Secara umum faktor yang berhubungan atau etiologi dari diagnosis keperawatan keluarga adalah adanya adanya:
1) Ketidaktahuan(kurangnya pengetahuan, pemahaman dan kesalahan persepsi)
2) Ketidakmauan (sikap dan motivasi)
3) Ketidakmampuan (kurangnya keterampilan terhadap suatu prosedur atau tindakan, kurangnya sumber daya keluarga, baik finasial, fasilitas, sistem pendukung, lingkungan fisik dan psikologis)
b. Diagnosis resiko tinggi (ancaman kesehatan)
Sudah ada data yang menunjang namun belum terjadi gangguan, tetapi tanda tersebut dapat menjadi maslah aktual bila tidak segera mendapat bantuan pemecahan dari tim kesehatan atau keperawatan.
c. Diagnosis potensial(keadaan sejahtera atau wellness)
Suatu keadaan jika keluarga dalam keadaan sejahtera, kesehatan keluarga dapat ditingkatkan. Diagnosis keperawatan sejahtera tidak mencakup faktor-faktor yang berhubungan.

Setelah dianalisis dan ditetapkan masalah keperawatan keluarga, selanjutnya masalah kesehatan keluarga yang ada, perlu diperioritaskan bersama kleuarga dengan memperhatikan sumber daya dan sumber dana yang dimiliki keluarga. Menurut achjar (2009), perioritas masalah asuhan keperawatan keluarga lebih lengkap dapat dilihat pada tabel 2.1.


Tabel 2.1 perioritas masalah asuhan keperawatan keluarga
KRITERIA BOBOT SKOR
Sifat masalah 1 Aktual = 3
Resiko = 2
Potensial = 1
Kemungkinan masalah untuk diubah 2 Mudah = 2
Sebagian = 1
Tidak dapat = 0
Kemungkinan masalah untuk dicegah 1 Tinggi = 3
Cukup = 2
Rendah = 1
Menonjolnya masalah 1 Segera diatasi = 2
Tidak segera diatasi = 1
Tidak dirasakan ada masahnya = 0

Menurut Setiadi (2008), penetuan perioritas sesuai dengan kriteria skala:
1) Kriteria I, yaitu sifat masalah, bobot yang lebih berat yaitu tidak/kurang sehat karena memerlukan tindakan segera dan disadari dan dirasakan oleh keluarga. Untuk mengetahui sifat masalah ini mengacu pada tipologi masalah kesehatan yang terdiri dari 3 kelompok besar yaitu:
a) Ancaman kesehatan yaitu memungkinkan keadaan terjadinya penyakit, kecelakaan dan kegagalan dalam mencapai potensi kesehatan
b) Kurang/tidak sehat yaitu kegagalan dalam menetapkan kesehatan.
(1) Keadaan sakit (sesudah atau sebelum didiagnosa)
(2) Gagal dalam pertumbuhan dan perkembangan tidak sesuai dengan pertumbuhan normal.
c) Situasi krisis yaitu perkawinan, kehamilan, persalinan, masa nifas, menjadi orang tua, penambahan anggota kelaurga, abortus, anak masuk sekolah, anak remaja, kehilangan pekerjaan, kematian anggota keluarga, pindah rumah.
2) Kriteria II, yaitu kemungkinan masalah dapat diubah
Perhatikan terjangkaunya faktor-faktor sebagai berikut:
a) Pengetahuan yang ada sekarang, teknologi dan tindakan untuk menangani masalah
b) Sumber daya kelaurga dalam bentuk fisik, keuangan dan tenaga
c) Sumber daya perawat dalam bentuk pengetahuan, keterampilan dan waktu
d) Sumber daya masyarakat dalam bentuk fasilitas, organisasi dalam masyarakat dan sokongan masyarakat.
(1) Kriteria III, yaitu potensial masalah dapat dicegah.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah:
a) Kepelikan dari masalah yang berhubungan dengan penyakit/masalah
b) Lamanya masalah yang berhubungan dengan jangka waktu masalah itu ada
c) Tindakan yang sedang dijalankan adalah tindakan-tindakan yang tepat dalam memperbaiki masalah
d) Adanya kelompok “High Risk” atau kelompok yang sangat peka menambah potensi untuk mencegah masalah.
(2) Kriteria IV, menonjolnya masalah.
Perawat perlu menilai persepsi atau bagaimana keluarga melihat masalah kesehatan tersebut.
6. Intervensi atau perencanaan
Menurut Mubarak (2010), apabila masalah kesehatan maupun masalah keperawatan telah terindentifikasi, maka langkah selanjutnya adalah rencana keperawatan sesuai dengan dengan urutan perioritas masalahnya. Rencana keperawatan keluarga merupakan kumpulan tindakan yang direncanakan oleh perawat untuk dilaksanakan dalam menyelesaikan atau mengatasi masalah kesehatan/masalah keperawatan yang telah diidentifikasi. Rencana keperawatan yang berkualitas akan menjamin keberhasilan dalam mencapai tujuan serta penyelesaian masalah. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan keperawatan keluarga diantaranya.
a. Rencana keperawatan harus didasarkan atas data analisis yang menyeluruh tentang masalah atau situasi keluarga.
b. Rencana yang baik harus realistis, artinya dapat dilaksanakan dan dapat menghasilkan apa yang diharapkan.
c. Rencana keperawatan harus sesuai dengan tujuan dan falsafah instansi kesehatan. Misalnya bila instansi kesehatan pada daerah tersebut tidak memungkinkan pemberian pelayanan cuma-Cuma, maka perawat harus mempertimbangkan hal tersebut dalam menyusun perencanaan.
d. Rencana keperawatan dibuat bersama dengan keluarga. Hal ini sesuai dengan prinsip bekerja bersama keluarga bukan untuk keluarga
e. Rencana asuhan keperawatan sebaiknya dibuat secara tertulis. Hal ini selain berguna untuk perawat juga akan berguna bagi anggota tim kesehatan lainya, khususnya perencanaan yang telah disusun untuk keluarga tersebut.
Langkah-langkah dalam mengembangkan rencana asuhan keperawatan keluarga.
a. Menentukan sasaran
b. Menentukan tujuan
c. Menentuan pendekatan dan tindakan keperawatan yang akan dilakukan
d. Menentukan kriteria dan standar kriteria.
7. Implementasi atau pelaksanaan
Implementasi atau tindakan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2008).

8. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistimatis dan terencana tentang kesehatan keluarga dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya (Setiadi, 2008).







































BAB III
TINJAUAN KASUS


A. Data Dasar
1. Kepala Keluarga
Nama : Tn.A
Umur : 45th
Jenis Kelamin : Laki — laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Gg. Jambu No.10 Kampung Baru



2. Komposisi Keluarga

No Nama Umur Sex Agama Hubungan dg KK Pendidikan Pekerjaan
1

Ny.S 36Th P Islam Istri SMP wiraswa

2
An.M
15 Th
P
Islam
Anak
SMP
Pelajar

3
An.D
8 Th
P
Islam
Anak
SD Pelajar







3. Genogram








Keterangan:

: Laki - laki : Ikatan Perkawinan

: Perempuan : Keturunan

: Klien : Tinggal satu rumah

: Meninggal

Berdasarkan genogram diatas di dapatkan bahwa ada yang pernah menderita penyakit kronis seperti Post stroke dan hipertensi didalam keluarga Tn.A.Keluarga mengatakan bahwa orang tua dari Tn. A meninggal karena penyakit karena usia tua dan orang tua dari Ny. S meninggal karena usia tua.

4. Tipe Keluarga
Tipe keluarga dari Tn. A termaksud keluarga inti karena hanya terdapat suami istri dan anak.

5. Latar Belakang Budaya
Tn. A berasal dari suku lampung, Ny. S berasal dari suku lampung juga, keluarga mengatakan Tn. A dan keluarga sehari - hari menggunakan bahasa Indonesia. Tn. A mengatakan dari sukunya tidak ada kebiasaan yang mempengaruhi terhadap kesehatan, tidak ada pantangan terhadap suatu makanan tertentu seperti daging sapi, ikan dan lain - lain. Keluarga mengatakan jika sakit biasanya terlebih dahulu membeli obat ke apotik atau berobat kedokter terdekat.

6. Identitas Agama
Tn. A mengatakan anggota keluarganya beragama islam. Menurut keluarga agama meupakan kepercayaan yang dijadikan sebagai tempat untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah.

7. Rekreasi Keluarga
Tn. A mengatakan keluarganya tidak mempunyai jadwal khusus untuk berekreasi, jika sedang jenuh Tn. A dan keluarganya cukup berjalan -jalan di sekitar rumah, menonton TV dan mengobrol dengan tetangga di sekitar rumah. Setelah itu Tn. A mengatakan jenuhnya berkurang, sedangkan An.M dan An.D mengatakan jika jenuh ia bermain keluar dengan teman - temannya. Sedangkan Ny. S mengatakan menghilangkan jenuhnya dengan mengobrol dengan tetangga.

B. Riwayat Kesehatan Keluarga
1. Riwayat Kesehatan Keluarga 6 Bulan Terakhir
Ny.S mengatakan ± 3 bulan yang lalu Tn.A sebagian aktifitasnya dibantu oleh keluarga ,klien beraktifitas menggunakan kruk.karena kesibukan Ny.S klien jarang memeriksakan kondisi Tn.A dan melatih aktifitasnya.Selain itu, Ny.S sedang hamil 7 bulan dan ini kehamilan yang ke 3 bagi Ny.S selama kehamilan nya ini Ny.S selalu mengalami darah tinggi.






2. Pemeriksaan Fisik
No Jenis
Pemeriksaan Tn. A Ny. S An. M An D
1 Rambut Rambut ber
Sih beruban
Penyebaran tidak merata, tidak mudah tercabut atau rontok.
Rambut ber sih tidak beruban, tidak tercabut atau rontok Rambut ber sih tidak ber ketombe, warna hitam rambut tidak mudah tercabut / rontok Rambut bersih tidak berketom be warna hitam, rambut tidak mudah tercabut/ rontok.

2

Mata
Konjungtiva
Ananemis, skera anikte rik, pupil isokor
Konjungtiva ananemis, skera anikte rik, pupil isokor
Konjungtiva Ananemis sclera anikterik
Konjungtiva ananemis, sclera anikterik
3 Hidung Tidak ada polip, tidak ada secret, hidung bersih Tidak ada polip, tidak ada secret, hidung bersih Tidak ada polip, tidak ada secret, hidung bersih Tidak ada polip, tidak ada secret, hidung bersih
4 Mulut dan gigi Tidak terda pat stomati tis, gigi gera ham depan dan belakang belum ada yang tanggal. Tidak terda pat stomati tis, gigi gera ham depan dan belakang belum ada yang tanggal, Tidak terda pat stomati tis, gigi gera ham depan dan belakang belum ada yang tanggal. Tidak terda pat stomati tis, gigi geraham depan dan belakang belum ada yang tanggal.
5 Leher Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
6 Tonsil Tidak ada pembengkak kan Tidak ada pembengkak kan Tidak ada pembengkak kan Tidak ada pembengkak kan
7 Dada
a. Jantung



b. Paru


c. Bentuk
Suara jan tung terde ngar Bj.1 dan Bj. 2
Suara nafas vesikuler
Simetris kanan dan kiri
Suara jan tung terde ngar Bj.1 dan Bj. 2
Suara nafas vesikuler
Simetris kanan dan kiri
Suara jan tung terde ngar Bj.1 dan Bj. 2
Suara nafas vesikuler
Simetris kanan dan kiri
Suara jan tung terdengar Bj.1 dan Bj. 2

Suara nafas vesikuler
Simetris kanan dan kiri
8 Abdomen
a. Peristaltik

b. Asites

c. Tursor
Bising 17 x/
Menit
Tidak ada asites
Elastis
Bising 20 x/
Menit
Tidak ada asites
Elastis
Bising 14 x/
Menit
Tidak ada asites
Elastis
Bising 21 x/
Menit
Tidak ada asites
Elastis
9 ekstermitas Tangan bagian sinistra tidak dapat digerakan dan kaki kiri bagian sinistr tidak dapat melakukan aktifitas(hemiplegi) Ekstermitas atas bawah,dekstra dan sinistra dapat digerakan dengan baik Ekstermitas atas bawah,dekstra dan sinistra dapat digerakan dengan baik Ekstermitas atas bawah,dekstra dan sinistra dapat digerakan dengan baik
10 Ekstermitas
a. Gerakan

b. CRT

c. Odema
Dapat digerakan

< 3 detik

Tidak ada odema
Dapat digerakan
< 3 detik

odema
Dapat digerakan
< 3 detik

Tidak ada odema
Dapat digerakan
< 3 detik

Tidak ada odema
11 TTV
a. TD

b. Nadi
160/90 mmHg

88x/menit
170/130 mmHg
78x/menit
120/80 mmHg
76x/menit
110/70 mmHg
73x/menit



C. Riwayat Dan Tahap Perkembangan Keluarga
1. Tahap perkembangan keluarga saat ini Tahap perkembangan keluarga Tn. A adalah dewasa muda, dikarenakan anaknya yang tertua An.M sudah berumur 15 tahun. Tugas perkembangannya yaitu menambah anggota keluarga dengan kehadiran anggota keluarga yang baru dengan pernikahan anak - anak yang telah dewasa, menata kembali hubungan perkawinan, menyiapkan datangnya proses menua termaksud timbulnya masalah - masalah kesehatan.
Tn.A kurang mengetahui begitu jelas tentang tugas perkembangan keluarga, menurut Tn.A keluarga melakukan komunikasi secara terbuka terhadap anak -anaknya.

2. Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Tugas perkembagan keluarga yang belum terpenuhi adalah menyiapkan datangnya pross menua termasud timbulnya masalah - masalah kesehatan.
3. Riwayat keluarga inti
Tn,A mengatakan telah membina keluarga dengan istrinya Ny.S selama 21 tahun.Tn.A dan Ny.S bertemu di daerah Lampung mereka di karuniai 2 orang anak dan sekarang sedang hamil yang ke 3, 2 orang anak permpuan.Tn.A mengatakan hidupnya cukup dan sangat bahagia.



D. Lingkungan
1. Karakteristik rumah
Menurut Tn.A keluarga menempati rumah milik sendiri dengan ukuran 15 x. 20 m2, lantai semen atap genteng, penerangan cukup , ventilasi cukup , tempat pembuangan sampah tersedia, air untuk masak berasal dari sumur, jumlah ruangan ada 7 ruangan, 1 ruang tamu,3 kamar tidur, 1 ruang keluarga, 1 kamar mandi, 1 ruang makan dan dapur.
Keterangan :
1. Ruang tamu
2. 4. 5. 6 Kamar tidur
3. Ruang keluarga
7. Ruang makan
8. Dapur
9. Kamar mandi






2. Karakteristik Tetangga dan Komunitas
Dilingkungan keluarga Tn.A adalah alam perkotaan yang cukup padat jarak antara rumah yang satu dengan yang lain cukup berdekatan. Adapun rumah rata -rata permanen, rata - rata tetangga Tn.A berstatus ekonomi menengah keatas, kebanyakan bekerja sebagai pegawai negri sipil, komunitas antar tetangga terjalin baik, tidak ada aturan dalam lingkungan serta budaya apapun yang mempengaruhi kesehatan lingkungan.

3. Mobilitas Geografis Keluarga
Tn.A mengatakan sudah ± 10 tahun tinggal di daerah tersebut bersama keluarganya dan belum pernah berpindah ke tempat lain.

4. Perkumpulan Keluarga dan Interaksi dengan Masyarakat
Bila ada waktu senggang Tn.A sering ngobrol dengan tetangga sekitar rumahnya, hubungan dengan tetangga harmonis tidak ada masalah.

E. Struktur Keluarga
1. Pola dan proses komuniksi keluarga
Dalam keluarga Tn.A yang paling dominan berbicara adalah Tn.A anggota keluarga menghabiskan waktunya bersama untuk mengobrol, berdiskusi dan bertukar pendapat tentang masalah yang di hadapi.

2. Struktur kekuatan keluarga
Dalam mengambil keputusan, keluarga biasanya berkumpul dan bermusyawarah , tetapi pada akhirnya keputusan tetap diambil oleh Tn.A yang berperan sebagai kepala keluarga.


3. Struktur peran
Tn.A mengatakan di keluarganya ia berperan sebagai kepala keluarga yang memegang peran dalam menentukan keputusan. Ny.S mengatakan suaminya sangat memperhatikan keluarga, anak pertama dan keduanya sudah menjalankan perannya dengan baik yaitu dengan sekolah dan belajar dengan baik.

F. Fungsi Keluarga
1. Fungsi Afektif
Tn.A mengatakan hubungan antara keluarga harmonis, bila ada anggota keluarga yang sakit masing-masing akan merasa sedih dan selalu berdoa agar cepat sembuh dan berusaha mencari obat baik obat tradisional maupun obat dari dokter.

2. Fungsi Sosialisasi
Hubungan keluarga Tn.A dengan tetangga sekitar rumahnya sangat baik ini di buktikan dengan banyak tetangga yang mengobrol secara bergantian. Interaksi keluarga dengan tetangga berjalan baik. Masing - masing keluarga menghargai peraturan, norma dan budaya serta menjauhkan diri dari prilaku yang tidak baik.

3. Fungsi ekonomi
Dalam keluarga Tn.A yang memiliki penghasilan adalah Tn.A dan Ny.S penghasilan tetap. Penghasilan tersebut bila di jumlahkan Rp. 700.000/ bulan.menurut keluarga penghasilan itu cukup untuk membiayai kebutuhan rumah tanggganya.

4. Fungsi Perawatan kesehatan keluarga
a. Kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan
Keluarga Tn.A mengatakan kurang mengetahui tentang penyakit stroke. la mengatakan kurang mengetahui tanda dan gejala dari penyakit stroke. Tn.A mengatakan jika penyakinya kambuh ia tidak dapat melakukan aktifitas dan Tn.A susah tidur karena sakit yang dirasakan , gejala tersebut berkurang jika Tn.A minum obat dari dokter dan beristirahat di rumah.Selain itu, Tn.a mengatakan tidak tahu tahu mengenai penyakitnya.Tn.A mengatakan mudah merasa marah - marah,. Ny.S mengatakan kurang mengetahui tentang penyakitnya karena Ny.S jarang memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan selama kehamilan Ny.S hanya 4x memeriksakan diri. An.M dan.An.D sering nengalami sakit sakitan, mengatakan kurang mengetahui tentang penyakitnya anaknya karena jarang memeriksakan dirinya ke dokter.

b. Kemampuan keluarga mengambil keputusan
Tn.A mengatakan ia kurang mengetahui akibat yang di timbulkan dari penyakitnya, dan Tn.A juga mengatakan tidak mengetahui cara menanggulangi penyakit nya dan istrinya, apalagi memutuskan tindakan apa yang harus di ambil untuk menanggulangi penyakitnya tersebut.

c. Keluarga merawat anggota keluarga yang sakit
Tn.A dan keluarga mengatakan kurang mengatahui bagaimana cara merawat anggota keluarga yang sakit stroke dan Hipertensi

d. Kemampuan keluarga memelihara/memodifikasi lingkungan
Keluarga Tn.A mengatakan mengetahui jika lingkungan yang bersih dan sehat dapat meningkatkan kesehatan keluarga. Dan Tn.A mengatakan ia mengatahui jika lingkungan rumah bersih maka penyakit pun jarang datang.

e. Kemampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan
Keluarga mengatahui jika dilingkungannya terdapat fasilitas kesehatan yang dapat di gunakan, Tn.A mengatakan jika penyakitnya kambuh dan istri nya merasa pusing ia langsung memeriksakan diri pelayanan kesehatan terdekat.

5. Fungsi Reproduksi
Tn.A mengatakan ia dan keluarganya dulu tidak merencanakan ingin punya anak berapa, tergantung tuhan yang memberikanya. Dulu Ny.S mengatakan KB jenis pil, namun sudah 16 tahun ini ia menggunakan KB suntik. Menurut Tn.A pendidikan sexs sangat penting di keluarga agar anaknya tidak melakukan hal - hal yang tidak di inginkan.

6. Fungsi Pendidikan
Tn.A mengatakan bahwa pendidikan di dalam keluarga nya sangat penting. Pendidikan yang baik merupakan kunci sukses di masa mendatang.

G. Masalah Kesehatan spesifik
a. Ibu hamil
Riwayat kehamilan NY. S G3 P2 AO, (kehamilan ketiga, partus 2x dan abortus tidak pernah). Usia kehamilan saat ini 6 bulan, Ny. S mulai hamil di usia 20 tahun. Ny. S mangatakan sudah empat kali rnemeriksakan kehamilanya ke bidan dan sudah mendapat imunisasi TT se-kali, penambahan BB ± 4 kg dan pada waktu memeriksakan kehamilanya ke bidan pernah mendapat obat penurun tekanan darah yang menurut anjuran bidan harus diminum sehari sekali namun sekarang obatnya telah habis.
Ny. S mengatakan tidak mengetahui tentang bagaiman perawatan kehamilannya, ia mengatakan kadang-kadanga perutnya terasa sakit namun tanpa diobati sakitnya dapa hilang sendiri dan kadang-kadang Ny. S mengeluh pusing.
1). Inspeksi :
a). Tidak ditemukan chloasma gravidarum, konjungtiva ananemis, tidak ada oedema pada muka
b). Dada ( buah dada tegangang dan membesar) terlihat pigmentasi pada puting susu, keadaan putting susu tenggelam dan colostrums belum keluar
c). Pada tungkai tidak ditemukan farise, terdapat oedema pada tungkai


2). Palapasi abdomen:
a). Leopold I
TFU setinggi pusat usia janin 24 minggu (enam bulan), pada fundus teraba keras, bulat dan lunak (bokong).
b). Leopold II
Punggung janin tcrletak di bagiart perut kanan dan bagian keci-kecil (ekstremitas), teraba pada perut sebelah kiri
c). Leopold III
Teraba bulat, melenting dan keras (kepala) dan bagian terbawah masih dapat digoyang-goyangkan. ). Bunyi jantungjanin 124x/menit.

d). Leopold IV
Kepala janin belurn masuk PAP.

3). Pemeriksaan Penunjang
a. Protein Urine (+)

a. Keluarga berencana
Ny.S mengatakan menggunakan alat kontrasepsi pil sudah ± 16 tahun yang lalu.

b. Stres dan Koping Keluarga
Ny.S khawatir dengan kondisi suaminya yang bertambah parah dan dengan usia kehamilan nya yang 6 bulan ia selalu mengalami hipertensi.

c. Harapan keluarga Terhadap Petugas Kesehatan
Keluarga Tn.A berharap dengan adanya petugas kesehatan maka semua penyakit dapat teratasi.


ANALISA DATA
NO DATA MASALAH ETIOLOGI
1.





















2. Data Subjektif
- Ny. S mengatakan usianya saat ini 35 tahun dan sedang hamil 6 bulan
- Ny. S mengatakan sudah memrik-sakan kehamilannya ke bidan sebanyak 4x dan pada kunjungan terakhir diberi obat penurun tekanan darah yang harus diminum I kali sehari, selain itu juga sudah mendapat imunisasi TT 1 kali
- Ny. Y mengatakan sejak dulu tidak suka makan sayur-sayuran
- Ny.Y mengatakan tidak tahu bahaya kehamilan diusia rnuda
- Ny.Y mengatakan pcnarnbahan berat badanya ± 4 kg selama keha¬milannya
- Ny. Y mengatakan perutnya ka¬dang-kadang terasa sakit tetapi sembuh sendiri tanpa diobati
- Ny.Y mengatakan kadang-kadang pusing
Data Objektif
- Konjungtiva ananemis
- TD = 170/130 Mmhg
- N = 82x/menit
- S = 36,8°C
- RR = 23x/menit
- CRT = 3 detik

DS :
- Keluarga mengatakan TN.A ADL sebagian di bantu oleh Ny.S, kadang di bantu dengan kruk.
- Ny.S mengatakan kalau sibuk kadang-kadang TN.A tidak di bawa kontrol.
- Selama ini TN.A tidak pernah di latih.

DO :5555 1111
5555 1111
BUMIL resti (Hipertensi Ny.S)





















Imobilitas fisik ketidakmampuan keluarga merawat Ny.S dengan Hipertensi.


















Ketidakmampuan TN.A dengan stroke dan hemiplegi











PRIORITAS MASALAH (SKORING)
MASALAH KESEHATAN BUMIL RESTI
NO Criteria Perhitungan Skore Pembenaran
1. Sifat Masalah
- Potensial = 1
Resiko = 2
- Aktual = 3 3 x 1/3 1 Saat ini Ny. Y hamil 6 bulan pada usia 17 tahun kehamilan usia muda adalah kadaan dimana seorang mengalami masa konsepsi dengan usia < 20 tahun yang akan dapat menyebabkan komplikasi pada eklamsi dan preeklamsi dalam persalinan Ny. H.
2.



Kemungkinan masalah unutk diubah
- Mudah = 2
- Sebagian = 1
- Tidak bisa = 0 2 x 2/2 1


Adanya sarana pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau dengan mudah seperti bidan/puskesmas untuk memeriksakan kehamilannya
3.




Kemungkinan masalah untuk dicegah
- Tinggi = 3
- Sedang = 2
- Rendah = 1 1 x 1/3 1/3

Kehamilan usia muda dapat dicegah dengan tingkat pengetahuan tinggi dan perekonomian yang memadai.Dengan tingkat pendidikan SD pada keluarga Ny. S maka mereka tidak mengetahui cara mencegah bahaya kehamilan usia muda
4.



Menonjolnya masalah
- Segera ditangani = 2
- Dirasakan tapi tidak se-
gera ditangani = 1
- Masalah tidak dirasakan= 0 2 x ½ 1


Keluarga mengatakan masalah BUMIL resti perlu untuk segera ditangani karena dikhawatirkan dapat membahayakan keselamatan jiwa BUMIL dan janinnya
JUMLAH SCORE 3 1/3


Masalah mobilitas fisik
No Kriteria Perhitungan Bobot Pembenaran
1. Sifat masalah
 Resiko 2/3 X 1 2/3 Ny.S karena kesibukan bekerja,tidak ada waktu untuk mengantar Tn.A untuk memeriksakan kondisi Tn.A.
Keluarga belum mempunyai Jamkesmas.
Jarak puskemas dekat

2. Kemungkinan masalah dapat diubah
 sebagian 1/2 X 2 1 Pada saat dikaji kekuatan otot Tn.A
5555 1111
5555 1111
ADL diantu oleh keluarga,bila tidak dibantu terjadi kontraktur ekstermitas bagian sinistra.

3. Potensial masalah untuk dicegah
 Sedang 2/3 X 1 2/3 Upaya pengobatan dilakukan oleh keluarga
4. Menonjolnya masalah
 Masalah dirasakan dan perlu di tangani 2/2 X 1 1 Menurut Tn.A penyakit stroke dirasakan dan perlu segera ditangani
Total Skore 2 4/3


Berdasarkan hasil skoring maka urutan prioritas diagnose keperawatan:
1. Bumil/resti (Hipertensi Ny.S) berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat Ny.S dengan Hipertensi.
2. Kerusakan mobilitas fisik Tn.A berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga merawat Tn.A dengan Stroke


















Perencanaan

Diagnosa
Keperawatan Tujuan Evaluasi Evaluasi
TUM TUK Kriteria Standar
Bumil/resti (Hipertensi Ny.S) berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat Ny.S dengan Hipertensi.
Selama 3x kunjungan kerumah,
Masalah hipertensi bisa berkurang dan tidak terjadi eklamsi(35Th)
























































































1.Selama 1x60 menit kunjungan,keluarga mampu mengenal masalah penyakit preeklamsi pada anggota keluarga
Dengan cara :
1.1Menyebutkan pengertian preeklamsi







1.2 Menyebutkan penyebab preeklamsi




















1.3Mengidentifikasi tanda preeklamsi





























1.4 Mengidentifikasi masalah preeklamsi yang terjadi pada anggota keluarga
























2.Selama 1x60 menit kunjungan,keluarga mampu mengambil keputusan untuk merawat anggota keluarga yang preeklamsi
Dengan cara :
2.1 Menyebutkan akibat lanjut tidak diobatinya preeklamsi









2.2 Memutuskan untuk merawat Ny.S dengan spreeklamsi

















3.Setelah 1x60 menit kunjungan,keluarga mampu merawat anggota keluarga dengan Ny. S preeklamsi di kehamilannya














4.Setelah 1x60 menit kunjungan,keluarga mampu memanfaatkan pelayanan kesehatan
Dengan cara :
4.1 Menyebutkan kembali manfaat kunjungan ke fasilitas kesehatan

4.2Memanfaatkan pelayanan kesehatan dalam merawat Ny.S dengan preeklamsi Respon verbal


















Respon verbal





















Respon verbal






























Respon verbal




























Respon verbal





















Respon verbal



















Respon verbal




















Respon verbal dan
Respon afektif/res-pon psikomotor






Preeklamsi di bagi menjadi 2:
ringan dan berat



Menye-butkan 2 dari preeklamsi :
-Hipertensi
-Kurang darah (anemia)






MenyebutKan penyebab preeklamsi pada Ny.S



















Menyebut
Kan 3 dari 6 tanda preeklamsi

-. Nyeri kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti dengan peningkatan tekanan darah yang abnormal
-. Nyeri perut a nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai dengan muntah


- Terjadi peningkatan tekanan darah
























Menyebut
akibat lanjut dari preeklamsi yang tidak di obati :
akan menyebab kan terjadinya eklamsi yang sangat berbahaya bagi ibu dan janin










Keluarga memutuskan untuk merawat anggota keluarga dengan preeklamsi













Menyebut-kan 3 dari 7 pencegahan preeklamsi
-mengurangi banyak makan garam
-Istirahat yang cukup
-Hindari stres
-Hindari mengkonsumsi daging
-olah raga teratur
-periksa tekanan darah teratur
-hindari merokok


a.Keluarga membawa anggota keluarga dengan stroke
.Adanya kartu berobat 1.1.1 Diskusikan bersama keluarga pengertian preeklamsi dengan menggunakan lembar balik
1.1.2 Tanyakan kembali kepada keluarga tentang preeklamsi
1.1.3 Berikan reinforcement positif atas jawaban yang tepat


1.2.1 Diskusikan dengan keluarga tentang penyebab preeklamsi dengan menggunakan lembar balik

1.2.2 Motivasi keluarga untuk menyebutkan kembali penyebab preeklamsi
1.2.3Beri Reinforcement positif atas usaha yang di lakukan keluarga

1.3.1 Dorong keluarga untuk mengidentifikasi tanda preeklamsi pada Ny.S
1.3.2 Beri reinforcement positif atas kemampuan keluarga mengidentifikasi penyebab Stroke.pada Tn.A

















1.4.1 Bantu keluarga membandingkan apa yang telah di jelaskan dengan kondisi Ny.S

1.4.2 Motivasi keluarga untuk mengidentifikasi masalah yang timbul pada anggota keluarga
1.4.3 Bantu keluarga menyimpulkan masalah yang dihadapi oleh anggota keluarga
1.4.4 Berikan reinforcement positif atas usaha yang di lakukan keluarga


2.1.1 Jelaskan pada keluarga akibat lanjut apabila preeklamsi tidak di obati dengan menggunakanlembar balik
2.1.2 Motivasi keluarga untuk menyebutkan kembali akibat lanjut daripreeklamsiyang tidak di obati
2.1.3 Beri reinforcement positif atas jawaban keluarga yang tepat

2.2.1 Diskusikan kembali dengan keluarga tentang keinginan keluarga untuk merawat anggota keluarga dengan preeklamsi.
2.2.2 Beri reinforcement positif atas keputusan keluarga untuk merawat anggota keluarga dengan preeklamsi.


3.1.1 Diskusikan dengan keluarga tentang pencegahan preeklamsi
3.1.2 Motivasi keluarga untulk menyebutkan pencegahan preeklamsi.
3.1.3 Beri reinforcement positif atas usaha yang di lakukan keluarga





4.1.2 Motivasi keluarga untuk menyebutkan kembali hasil diskusi
4.1.3 Beri reinforcement positif atas hasil yang di capainya


4.2.1 Motivasi keluarga untuk membawa anak apabila kondisinya tidak dapat di tangani di rumah
4.2.2 Temani keluarga ke klinik/balai pengobatan bila di perlukan atau bidan
4.2.3 Berikan reinforcement positif atas hasil yang di capai













BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan membandingkan antara teori dan tinjauan kasus. Pembahasan yang akan dilakukan sesuai dengan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
A. Pengkajian

Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih ( Rustam Muctar, 1998 ).
faktor predisposisi atau terjadinya preeklamsia dan eklampsia, antara lain: Diabetes melitus, gagal ginjal kronik, hipertensi, molahydatidosa.


Ny.S sedang hamil 7 bulan dan ini kehamilan yang ke 3 bagi Ny.S selama kehamilan nya ini Ny.S selalu mengalami darah tinggi. Terdapat edema,TD ny.S: 170/130 mmHg.
Dari pemeriksaan laboratorium didapat protein dalam urine Ny.S (Proteinuri +)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosis keperawatan keluarga dirumuskan berdasarkan data yang didapatkan pada pengkajaian. Komponen diagnosis keperawatan keluarga meliputi problem atau masalah, etiologi atau penyebab dan sign atau tanda yang selanjutnya dikenal dengan PES.


d. Problem atau masalah (P)
e. Etiologi atau penyebab (E)
f. Sign atau tanda (S)
Tipologi dari diagnosis keperawatan:
d. Diagnosis aktual (terjadi defisit atau gangguan kesehatan)
Pada diagnosis keperawatan aktual, faktor yang berhubungan merupakan etiologi atau faktor penunjang lain yang telah mempengaruhi perubahan status kesehatan. Sedangkan faktor tersebut dapat dikelompokkan kedalam empat kategori, yaitu: patofisiologi, tindakan yang berhubungan, situasional, maturasional
Secara umum faktor yang berhubungan atau etiologi dari diagnosis keperawatan keluarga adalah adanya adanya:
4) Ketidaktahuan(kurangnya pengetahuan, pemahaman dan kesalahan persepsi)
5) Ketidakmauan (sikap dan motivasi)
6) Ketidakmampuan (kurangnya keterampilan terhadap suatu prosedur atau tindakan, kurangnya sumber daya keluarga, baik finasial, fasilitas, sistem pendukung, lingkungan fisik dan psikologis)
e. Diagnosis resiko tinggi (ancaman kesehatan)
Sudah ada data yang menunjang namun belum terjadi gangguan, tetapi tanda tersebut dapat menjadi maslah aktual bila tidak segera mendapat bantuan pemecahan dari tim kesehatan atau keperawatan.
f. Diagnosis potensial(keadaan sejahtera atau wellness)
Suatu keadaan jika keluarga dalam keadaan sejahtera, kesehatan keluarga dapat ditingkatkan. Diagnosis keperawatan sejahtera tidak mencakup faktor-faktor yang berhubungan.

Diagnosa yang muncul pada keluarga Ny.S adalah BUMIL resti (Hipertensi Ny.S) berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat Ny.S dengan Hipertensi.

Dengan data yang muncul yang menguatkan diagnosa tsb antara lain
Saat ini Ny. Y hamil 6 bulan pada usia 17 tahun kehamilan usia muda adalah kadaan dimana seorang mengalami masa konsepsi dengan usia < 20 tahun yang akan dapat sebabkan komplikasi pada eklamsi dan preeklamsi dalam persalinan Ny. H.
Adanya sarana pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau dengan mudah seperti bidan/puskesmas untuk memeriksakan hamilannya
Kehamilan usia muda dapat dicegah dengan tingkat pengetahuan tinggi dan perekonomian yang memadai.Dengan tingkat pendidikan SD pada keluarga Ny. S maka mereka tidak mengetahui cara mencegah bahaya kehamilan usia muda
Keluarga mengatakan masalah BUMIL resti perlu untuk segera ditangani karena dikhawatirkan dapat membahayakan keselamatan jiwa BUMIL dan janinnya

C. INTERVENSI
Menurut Mubarak (2010), apabila masalah kesehatan maupun masalah keperawatan telah terindentifikasi, maka langkah selanjutnya adalah rencana keperawatan sesuai dengan dengan urutan perioritas masalahnya. Rencana keperawatan keluarga merupakan kumpulan tindakan yang direncanakan oleh perawat untuk dilaksanakan dalam selesaikan atau mengatasi masalah kesehatan/masalah keperawatan yang telah diidentifikasi. Rencana keperawatan yang berkualitas akan menjamin keberhasilan dalam mencapai tujuan serta penyelesaian masalah.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan keperawatan keluarga diantaranya.
f. Rencana keperawatan harus didasarkan atas data analisis yang seluruh tentang masalah atau situasi keluarga.
g. Rencana yang baik harus realistis, artinya dapat dilaksanakan dan dapat menghasilkan apa yang diharapkan.
h. Rencana keperawatan harus sesuai dengan tujuan dan falsafah instansi kesehatan. Misalnya bila instansi kesehatan pada daerah tersebut tidak memungkinkan pemberian pelayanan cuma-Cuma, maka perawat harus mempertimbangkan hal tersebut dalam menyusun perencanaan.
i. Rencana keperawatan dibuat bersama dengan keluarga. Hal ini sesuai dengan prinsip bekerja bersama keluarga bukan untuk keluarga
j. Rencana asuhan keperawatan sebaiknya dibuat secara tertulis. Hal ini selain berguna untuk perawat juga akan berguna bagi anggota tim kesehatan lainya, khususnya perencanaan yang telah disusun untuk keluarga tersebut.
Langkah-langkah dalam mengembangkan rencana asuhan keperawatan keluarga.
e. Menentukan sasaran
f. Menentukan tujuan
g. Menentuan pendekatan dan tindakan keperawatan yang akan dilakukan
h. Menentukan kriteria dan standar kriteria.

Tindakan keperawatan yang pertama dilakukan untuk Ny.S sesuai dengan kriteria diatas antara lain:



Tujuan keluarga dapat mengetahui tentang masalah Ny.S
Perencanaan keperawatan antara lain:
1. Sebutkan pengertian preeklamsi
2. Sebutkan penyebab preeklamsi
3. Identifikasi tanda preeklamsi
4. Identifikasi masalah preeklamsi yang terjadi pada anggota keluarga

Tindakan keperawatan yang kedua dilakukan untuk Ny.S sesuai dengan kriteria diatas antara lain:
Tujuan keluarga mampu mengambil keputusan untuk merawat anggota keluarga yang preeklamsi
Perencanaan keperawatan
1. Sebutkan akibat lanjut tidak diobatinya preeklamsi

Tindakan keperawatan yang ketiga dilakukan untuk Ny.S sesuai dengan kriteria diatas antara lain:
Tujuan: keluarga mampu merawat anggota keluarga dengan Ny. S preeklamsi di kehamilannya
Perencanaan keperawatan antara lain
1. Sebutkan kembali manfaat kunjungan ke fasilitas kesehatan
2. Ajarkan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan dalam merawat Ny.S dengan preeklamsi



D. IMPLEMENTASI
Tahap selanjutnya setelah perencanaan keperawatan adalah melakukan intervensi,
Implementasi pertama yang dilakukan antara lain
1. menyebutkan pengertian preeklamsi
2. menyebutkan penyebab preeklamsi
3. mengidentifikasi tanda preeklamsi
4. mengidentifikasi masalah preeklamsi yang terjadi pada anggota keluarga

implementasi kedua yang dilakukan antara lain
1. menyebutkan akibat lanjut tidak diobatinya preeklamsi

implementasi ketiga yang dilakukan antara lain
1. menyebutkan kembali manfaat kunjungan ke fasilitas kesehatan
2. mengajarkan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan dalam merawat Ny.S dengan preeklamsi

E. EVALUASI
Dari diagnosa yang telah ada, telah disusun masing-masing intervensi dan masing-masing telah dilakukan implementasi.
Tahap terakhir dari asuhan keperwatan keluarga pada Ny.S dilakukannya evaluasi pada Ny.S.
Kriteria hasil dapat tercapai, antara lain klien dapat:
1. menyebutkan pengertian preeklamsi
2. menyebutkan penyebab preeklamsi
3. mengidentifikasi tanda preeklamsi
4. mengidentifikasi masalah preeklamsi yang terjadi pada anggota keluarga
5. menyebutkan akibat lanjut tidak diobatinya preeklamsi
6. menyebutkan kembali manfaat kunjungan ke fasilitas kesehatan
7. memanfaatkan pelayanan kesehatan dalam merawat Ny.S dengan preeklamsi


BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan penerapan asuhan keperawatan keluarga dengan preeklamsi didapat kesimpulan sebagai berikut:
1. Penulis telah melakukan pengkajian dengan hasil yang mengarah sesuai kondisi keluarga dengan preeklamsi yakni edema pada ekstermitas bawah, derajat edema 2, tekanan darah 170/130mmHg, gelisah, mual/muntah, protein urine (+)
2. Penulis dapat menegakan diagnosa yang sesuai dengan kondisi klien saat ini yaitu:
a. Bumil/resti di kehamilan muda berhubungan dengan Hipertensi Ny. S berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan BUMIL resti
b. Kerusakan mobilitas fisik Tn.A berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit: Stroke

3. Penulis dapat membuat perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan klien
4. Penulis dapat melakukan implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi, dalam melakukan implementasi penulis melakukan kerja sama dengan klien dan keluarga serta tenaga kesehatan lain namun tidak semua intervensi dapat dilakukan karena kondisi klien yang tidak memungkinkan untuk dilakukan intervensi tersebut.
5. Penulis dapat melakukan evaluasi yang dilaksanakan selama tiga hari untuk memberikan asuhan keperawatan pada keluarga tetapi tidak semuanya teratasi karena keterbatasan waktu dalam melakukan asuhan keperawatan keluarga sehingga membutuhkan tindak lanjut dari pelayanan kesehatan sekitar ataupun bidan sekitar


B. Saran
Saran ini bertujuan untuk meningkatkan mutu dan kualitas asuhan keperawatan yang ditujukan untuk:
1. Klien dan keluarga
a. Untuk Ny. S dapat membatasi aktivitas, istirahat cukup, mengurangi banyak makan garam, rajin periksakan tekanan darah di pelayanan kesehatan sekitar ataupun bidan sekitar
b. Untuk keluarga Tn. A diharapkan dapat terus berperan aktif dalam proses pemulihan kondisi kesehatan Ny. S

2. Penulis
Lebih banyak lagi membaca literatur yang terbaru mengenai preeklamsi dan cara memberikan asuhan keperawatannya sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal dan lebih baik lagi.

(Proposal Penelitian) HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DAN PENCEGAHAN KECACINGAN PADA BALITA DI KECAMATAN TANJUNG KARANG PUSAT BANDAR LAMPUNG TAHUN 2011

(Proposal Penelitian)

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DAN PENCEGAHAN KECACINGAN PADA BALITA DI KECAMATAN TANJUNG KARANG PUSAT BANDAR LAMPUNG TAHUN 2011









Oleh:
Andri Irawan
Fx Dwi Putra
Juanda
Riyan Perwiratama
Widia Erna Wati



AKADEMI KEPERAWATAN PANCA BHAKTI
BANDAR LAMPUNG
TA 2011/2012
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit infeksi kecacingan merupakan salah satu penyakit yang masih banyak terjadi di masyarakat namun kurang mendapatkan perhatian (neglecteddiseases). Penyakit yang termasuk dalam kelompok neglected diseases memang tidak menyebabkan wabah yang muncul dengan tiba-tiba ataupun menyebabkan banyak korban, tetapi merupakan penyakit yang secara perlahan menggerogoti kesehatan manusia, menyebabkan kecacatan tetap, penurunan intelegensia anak dan pada akhirnya dapat pula menyebabkan kematian. Salah satu jenis penyakit dari kelompok ini adalah penyakit kecacingan yang diakibatkan oleh infeksi cacing kelompok Soil Transmitted Helminth (STH), yaitu kelompok cacing yang siklus hidupnya melalui tanah. Penyakit parasitic yang termasuk ke dalam neglected diseases tersebut merupakan penyakit tersembunyi atau silent diseases, dan kurang terpantau oleh petugas kesehatan.
Penyakit kecacingan yang diakibatkan oleh infeksi Soil Transmitted Helminth merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Infeksi kecacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktivitas penderita sehingga secara ekonomi banyak menyebabkan kerugian, karena adanya kehilangan karbohidrat dan protein serta kehilangan darah yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia. Prevalensi infeksi kecacingan di Indonesia masih relatif tinggi pada tahun 2006, yaitu sebesar 32,6 %, terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu dari sisi ekonomi. Kelompok ekonomi lemah ini mempunyai risiko tinggi terjangkit penyakit kecacingan karena kurang adanya kemampuan dalam menjaga higiene dan sanitasi lingkungan tempat tinggalnya. Lima spesies cacing yang termasuk dalam kelompok Soil Transmitted Helminth yang masih menjadi masalah kesehatan, yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis dan cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma sp). Infeksi cacing tambang masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia, karena menyebabkan anemia defisiensi besi dan hipoproteinemia. Spesies cacing tambang yang banyak ditemukan di Indonesia ialah N. americanus. Terdapat penularan melalui hewan vektor (zoonosis) dengan gejala klinis berupa ground itch dan creeping eruption. Pneumonitis, abdominal discomfort, hipoproteinemia dan anemia defisiensi besi merupakan manifestasi infeksi antropofilik.
Komponen sistim imun yang berperan utama ialah eosinofil, IgE, IgG4 dan sel Th2. Tidak terdapat kekebalan yang permanen dan adekuat terhadap infeksi cacing tambang. Diagnosis data epidemiologi berupa pengamatan manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang termasuk pemeriksaan imunologis. Pengobatan dilakukan dengan mebendazole, albendazole, pirantel pamoat dan berbagai terapi suportif. Belum ada vaksin yang efektif terhadap cacing tambang sehingga perbaikan higiene dan sanitasi adalah hal yang utama.Cacing tambang merupakan salah satu cacing yang dapat menyebabkan kehilangan darah bagi penderita sehingga sangat memungkinkan terjadinya anemia. Terjadinya anemia diduga karena adanya bekas gigitan cacing tambang pada dinding usus yang relatif sulit menutup akibat adanya enzim cacing yang memiliki sifat sebagai antikoagulan sehingga darah sukar membeku. Kejadian infeksi cacing tambang pada suatu wilayah biasanya saling menyertai antara 3 spesies cacing usus penyebabnya, yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan cacing tambang. Di Ekuador, kejadian infeksi cacing usus ini ditemukan sebanyak 48 % pada anak dengan infeksi cacing tambang sebesar 24,1 %. Jumlah kejadian tidak mengalami penurunan setelah dilakukan
pengobatan dengan rentang waktu 9 bulan. Sebanyak 50 % wanita di Chiapas, Mexico terinfeksi Necator americanus. Cacing ini seringkali ditemukan bersama dengan penyebab anemia lainnya seperti pada kehamilan dan masa menstruasi. Kadar hemoglobin ditemukan relatif lebih rendah (4,1 g/dl) pada wanita dengan infeksi cacing tambang bila dibandingkan dengan wanita yang tidak terinfeksi cacing ssstambang (7,0 g/dl).
Infeksi cacing tambang juga berhubungan dengan kemiskinan. Menurut Peter Hotez (2008), semakin parah tingkat kemiskinan masyarakat akan semakin berpeluang untuk mengalami infeksi cacing tambang. Hal ini dikaitkan dengan kemampuan dalam menjaga higiene perorangan dan sanitasi lingkungan tempat tinggal. Prevalensi kejadian infeksi cacing tambang di Ethiopia Selatan pada anak sekolah mencapai angka 26,8 %.
Di Indonesia, angka nasional prevalensi kecacingan pada tahun 1987 sebesar 78,6 % masih relatif cukup tinggi. Program pemberantasan penyakit kecacingan pada anak yang dicanangkan tahun 1995 efektif menurunkan prevalensi kecacingan menjadi 33,0 % pada tahun 2003. Sejak tahun 2002 hingga 2006, prevalensi penyakit kecacingan secara berurutan adalah sebesar 33,3 %, 33,0 %, 46,8 % 28,4 % dan 32,6 %. Kejadian infeksi cacing tambang prevalensinya jauh lebih rendah, yaitu secara berurutan untuk tahun yang sama adalah sebesar 2,4 %, 0,6 %, 5,1 %, 1,6 % dan 1,0 %.
Kejadian infeksi kecacingan pada anak menurut Aria Gusti (2004), berhubungan negatif signifikan dengan perilaku sehat.10) Sementara itu kejadian infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah pada anak di Desa Tanjung Anom, Sumatera Utara menunjukkan adanya hubungan dengan status gizi anak. Anak yang tidak terinfeksi cacing memiliki status gizi yang relatif lebih baik dibandingkan anak yang terinfeksi cacing. Di Desa Suka Kabupaten Karo Sumatera Utara, kejadian infeksi cacing tambang pada anak sekolah sebesar 55,8 % namun demikian infeksi ini masih merupakan infeksi campuran dengan spesies lain yaitu Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura. Prevalensi infeksi cacing tambang di desa Suter Bali sebesar 11,77 % sedangkan sebesar 21,57 % merupakan infeksi campuran dengan cacing usus lainnya.
Hasil pembiakan cara modifikasi Harada Mori (Kosin) untuk identifikasi larva cacing tambang adalah : 33,33 % N. americanus, 60,00 % A. duodenalis dan 6,67 % campuran (N. americanus +A. duodenalis).13) Kejadian infeksi cacing tambang di Desa Talapeta, Medan sebesar 8,6 % sedangkan di kawasan Namorambe sebesar 10,9 %.12) Angka kejadian infeksi cacing tambang dibandingkan dengan infeksi cacing perut lainnya memang relative lebih kecil, namun apabila dicermati dampak dari infeksi cacing tambang tampaknya menjadi masalah yang perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius. Data pasti kejadian infeksi cacing tambang di Jawa Tengah tidak ditemukan dalam profil kesehatan propinsi. Demikian pula data kejadian di Kabupaten Demak. Penelusuran data ke Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, Dinas Kesehatan Kabupaten Demak bahkan beberapa Puskesmas di Kabupaten Demak tidak menemukan data kejadian infeksi kecacingan. Beberapa data yang dapat dijadikan rujukan adalah data kejadian infeksi kecacingan di beberapa daerah di Jawa Tengah. Kejadian infeksi cacing tambang pada karyawan penyadap karet di perkebunan Kalimas Semarang sebesar 61,2 %.
Data lain menunjukkan kejadian infeksi cacing tambang bersama cacing usus lainnya pada anak sekolah di SD Rowoboni Banyubiru Semarang sebesar 10,42 %.15) Sementara itu pada anak SDN 02 dan 04 Bandarharjo Semarang ditemukan kejadian infeksi cacing usus sebesar 30,9 %.16)\ Berdasarkan kegiatan pra survei pada sebanyak 59 anak sekolah di Desa Rejosari Kecamatan Karangawen Kabupaten Demak bulan Juli 2009, diperoleh angka kejadian infeksi cacing tambang sebesar 20,30 %. Angka temuan ini relative tinggi bila dibandingkan dengan beberapa data kejadian infeksi di kota lain. Ketersediaan lahan pertanian mencapai 45,8 %, kondisi sanitasi rumah yang buruk mencapai 42,4 %, masih adanya perilaku buang air besar di kebun sebesar 45,8 % dan kebiasaan anak bermain di tanah mencapai 57,6 % merupakan beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam mencegah infeksi cacing tambang pada anak. (www.library@unair.ac.id)


Berdasarkan hasil penelitian beberapa faktor yang terbukti menjadi faktor risiko kejadian infeksi cacing tambang diantaranya adalah : keberadaan cacing tambang pada tanah halaman rumah, sanitasi rumah buruk , kebiasaan bermain di tanah lama dan kebiasaan defekasi di kebun. (http://pondokibu.com/kesehatan/cara-mencegah-cacingan/)
Selain itu, Hasil penelitian Rifdah (2007) tentang kejadian kecacingan pada murid sekolah dasar negeri di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor pada Tahun 2007 diperoleh kesimpulan bahwa faktor resiko yang paling dominan terhadap kejadian kecacingan pada murid sekolah dasar negeri di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor adalah kebiasaan mencuci tangan. Penelitian untuk mencari faktor-faktor yang berhubungan dengan kecacingan, khususnya askariasis telah diteliti oleh Ismid dkk (1988). Ternyata didapat hubungan bermakna antara adanya askariasis dengan kebersihan pribadi dan kebersihan lingkungan. Anak yang berperilaku buruk berisiko lebih besar mengalami infestasi kecacingan daripada anak yang berperilaku baik. (Ginting, 2005)
Meski pengobatan bisa membunuh cacing-cacing tersebut, namun obat tidak akan bisa membunuh telur-telur cacing. Untuk itu disarankan untuk melakukan pencegahan penyebaran telur-telur cacing tersebut dengan menerapkan pola hidup higienis, yang sekaligus juga berguna sebagai langkah pertama mencegah infeksi. Berikut beberapa metode higienis yang bisa anda terapkan pada keluarga anda.
• Cucilah tangan dan jari-jari kuku hingga bersih(disarankan menggunakan sabun antikuman) sebelum makan dan setelah buang air besar atau buang air kecil.
• Jangan biarkan kuku anda dan keluarga panjang, agar telur-telur cacing lebih sulit terjebak di sela-sela kuku.
• Pakailah pakaian dalam bersih saat malam
• Biasakan sikecil untuk tidak memasukan tangan kedalam mulut.
• Basuh bokong dengan air hingga bersih setiap pagi, atau setelah buang air besar dan buang air kecil.
• Hindari pemakaian pakaian dalam, atau handuk bersama.
• Cuci sprei, mainan, dan pakaian secara rutin.
• Bersihkan debu, dan kotoran didalam rumah dengan menyapu dan mengepelnya. (http://www.kafebalita.com/content/articles/read/2009/07/jika-cacingan-menyerang-si-kecil/1208)
Karena bahaya nya penyakit kecacingan yang dapat menyebabkan balita terserang intelegensi nya dan bisa mengurangi sumber daya manusia, maka penulis mencoba ingin mengadakan penelitian mengenai hubungan tingkat pengetahuan ibu dan sikap pencegahan kecacingan pada balita di Kecamatan tanjung Karang Pusat Bandar Lampung. Agar dapat memberikan informasi pula pada ibu mengenai pengambilan sikap pencegahan kecacingan sejak dini.


B. Perumusan Masalah

a. Permasalahan:
• Peneliti menunjukkanbahwa 90% anak Indonesia mengidap cacingan
• Kurangnya pengetahuan ibu mengenai masalah kecacingan dan pencegahan nya
• Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kecacingan pada anak-anak
• cacingan dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, dan kecerdasan penderitanya sehingga dipandang sangat merugikan


C. Pertanyaan Penelitian
• Bagaimana pengetahuan ibu mengenai masalah kecacingan pada balita?
• Bagaimana sikap ibu mencegah terjadinya kecacingan pada balita?
• Adakah hubungan antara pengetahuan ibu dan sikap pencegahan dalam mengatasi masalah kecacingan pada balita?


D. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum
Mempelajari hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap pencegahan kecacingan pada balita di Kecamatan Tanjung Karang Pusat



b. Tujuan Khusus
• Mengidentifikasi pengetahuan ibu mengenai masalah kecacingan pada balita
• Mengidentifikasi sikap ibu dalam pencegahan terjadinya masalh kecacingan pada balita
• Menganalisa hubungan pengetahuan dan sikap pencegahan ibu mengenai masalah kecacingan pada balita

E. Ruang Lingkup

Penelitian ini dibatasi pada pengetahuan tentang kecacingnan hubungannya dengan sikap pencegahan ibu terhadap kecacingan yang meliputi : Penggunaan air bersih, penggunaan sabun saat mencuci tangan dan kaki, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
F. Manfaat Penelitian

• Mengurangi dampak terjadinya kecacingan pada balita
• Meningkatkan pengetahuan ibu mengenai kecacingan
• Meningkatkan kesadaran ibu untuk pencegahan kecacingan sejak dini pada balita
• Memberi pengetahuan pada ibu mengenai cara pencegahan kecacingan pada balita









BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi Kecacingan

Infeksi cacing terdapat luas di seluruh Indonesia yang beriklim tropis, terutama di pedesaan, daerah kumuh, dan daerah yang padat penduduknya. Semua umur dapat terinfeksi kecacingan dan prevalensi tertinggi terdapat pada anak-anak. Penyakit ini sangat erat hubungannya dengan keadaan sosial-ekonomi, kebersihan diri dan lingkungan. Infeksi kecacingan adalah ditemukannya satu atau lebih telur cacing padapemeriksaan tinja (Rifdah,2007). 2.1.1 Jenis Cacing Perut yang Ditularkan Melalui Tanah (soil transmitted helminths)dan Jalur Pajanannya. Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus (cacing perut), yang dapat mengakibatkan masalah bagi kesehatan masyarakat. Diantara cacing perut terdapat sejumlah species yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted helminths). Diantara cacing tersebut yang terpenting adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) dan cacing cambuk (Trichuris trichiura). Jenis-jenis cacing tersebut banyak ditemukan didaerah tropis seperti Indonesia. Pada umumnya telur cacing bertahan pada tanah yang lembab, tumbuh menjadi telur yang infektif dan siap untuk masuk ke tubuh manusia yang merupakan hospes defenitifnya. (Depkes RI, 2006)
Menurut Luthfianti,2008 faktor-faktor prnyebab kecacingan adalah:
1. Ascaris lumbricoides (Cacing Gelang)
Cacing jenis ini banyak ditemukan di daerah tropis dengan kelembapan tinggi, termasuk Indonesia. Jika sudah dewasa panjangnya bisa mencapai 10-30 cm. Biasanya hidup di usus halus. Bila dilihat secara langsung, warnanya kuning kecokelatan dan bergaris-garis halus. Cacing ini hidup hanya dalam tubuh manusia.



2. Ancylostoma duodenale dan Necator americanus (Cacing Tambang )

A. Ancylostoma duodenale
Perkembangbiakannya tidak hanya di daerah tropis, tapi menyebar ke seluruh dunia. Ukuran dewasa cacing ini 8-12 cm, dan cacing ini bisa menghabiskan 0,03 cc darah per hari. Seperti lazimnya cacing jenis lain, betinanya akan bertelur dan telurnya akan keluar lagi bersama tinja. Di tanah, telur akan menetas dalam 2 hari dan dalam 3-5 hari menjadi larva yang bersifat infektif. Karena sering mengisap darah, gejala yang timbul bisa berupa anemia dan kekurangan zat besi. Namun, gejala ini biasanya baru timbul bila sudah terjadi infeksi berat dan berlangsung cukup lama.
B. Necator americanus
Hospes parasit ini adalah manusia, Cacing dewasa hidup di rongga usus halus dengan giginya melekat pada mucosa usus. Cacing betina menghasilkan 9.000 – 10.000 butir telur sehari. Cacing betina mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kirakira 0,8 cm, cacing dewasa berbentuk seperti huruf S atau C dan di dalam mulutnya ada sepasang gigi.

3. Trichuris trichiura (Cacing cambuk)
Manusia merupakan hospes cacing ini. Cacing betina panjangnya sekitar 5 cm dan yang jantan sekitar 4 cm. Cacing dewasa hidup di kolon asendens dengan bagian anteriornya masuk ke dalam mukosa usus. Satu ekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur sehari sekitar 3.000 – 5.000 butir. Telur yang dibuahi dikelurkan dari hospes bersama tinja, telur menjadi matang (berisi larva dan infektif) dalam waktu 3 – 6 minggu di dalam tanah yang lembab dan teduh. Sama halnya dengan cacing gelang, cacing cambuk juga banyak ditemukan di daerah tropis, seperti di Indonesia. Bedanya, bila cacing gelang senang tinggal di usus halus, maka cacing gelang betah tinggal di usus besar dan terkadang di usus buntu. Di usia 1 bulan, cacing betina akan bertelur 3.000-10.000 butir per hari. Telur-telur ini tidak selamanya berkembang biak dalam usus, karena kemungkinan terbawa keluar bersama feses. Setelah 3-4 minggu berada di tanah, dia akan menjadi larva. Jika termakan, larva ini akan pecah di usus halus dan keluar menuju usus besar sampai menjadi dewasa. Untuk mencari makanan cacing dewasa membenamkan kepalanya di dinding usus besar.


2.2 Gejala Klinik Infeksi Kecacingan

Gejala kecacingan memang tidak nyata dan sering dikacaukan dengan penyakitpenyakit lain. Pada permulaan mungkin ada batuk-batuk. Orang (anak) yang menderita Cacingan biasanya lesu, tidak bergairah, konsentrasi belajar kurang.Pada anak-anak yang menderita Ascariasis perutnya nampak buncit (karena jumlah cacing dan kembung perut), biasanya matanya pucat dan kotor seperti sakit mata (rembes), dan seperti batuk pilek. Perut sering sakit, diare, nafsu makan kurang. Karena orang (anak) masih dapat berjalan dan sekolah atau bekerja, sering kali tidak dianggap sakit, sehingga terjadi salah diagnosis dan salah pengobatan. Padahal secara ekonomis sudah menunjukkan kerugian yaitu menurunkan produktifitas kerja dan mengurangi kemampuan belajaran. (Depkes RI, 2006)


2.3 Dampak Infeksi Kecacingan Terhadap Kesehatan
Adanya cacing dalam usus akan menyebabkan kehilangan zat besi sehingga menimbulkan kekurangan gizi dan anemia. Kondisi yang kronis ini selanjutnya dapat berakibat menurunnya daya tahan tubuh sehingga anak mudah jatuh sakit. Cacingan sendiri merupakan pertanda bahwa kebersihan perorangan pada panderita kurang baik sehingga ini merupakan peluang untuk terjadinya berbagai infeksi saluran pencernaan. Jika keadaan ini berlangsung kronis maka pada usia sekolah akan terjadi penurunan kemampuan belajar yang selanjutnyaa berakibat penurunan prestasi belajar. Pada orang dewasa, gangguan ini akan menurunkan produktivitas kerja. (Sasongko, 2000)


Hasil penelitian Ginting (2005) juga diperoleh kesimpulan bahwa infestasi cacing pada anak akan mengganggu pertumbuhan, menurunkan kemampuan fisik, produktifitas belajar dan intelektualitas. Selain itu juga dapat menyebabkan gangguan gizi, anemia, gangguan pertumbuhan yang pada akhirnya akan mempunyai pengaruh terhadap tingkat kecerdesan seorang anak. Cacing perut yang ditularkan melalui tanah dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktifitas penderitanya sehingga secara ekonomi banyak menyebabkan kerugian, Karena menyebabkan kehilangan karbohidrat dan protein serta kehilangan darah, sehingga menurunkan kualitas sumber daya manusia.(Depkes RI, 2006)
Selain itu, ada beberapa akibat dari kecacingan pada anak jika diteruskan dan tidak dicegah sejak dini.
•Penurunan fungsi kognitif (kecerdasan)
• Kurang darah
• Diare menahun dengan atau tanpa tinja berdarah
• Gatal-gatal di sekitar anus
• Radang paru-paru ( sindroma Loeffler )
• Malnutrisi ( kurang gizi )
• Biduran
• Gangguan pertumbuhan
• Radang usus buntu
• Sumbatan usus
• Nyeri perut



Beberapa kasus akibat sering terjadinya re-infeksi cacing dan bila kasusnya terjadi terlalu lama dan tidak segera diobati, dapat menyebabkan hal-hal berikut ini:
1. Akibat Cacing Gelang
Jika si penderita terus menerus terinfeksi cacing gelang sehingga jumlah cacing gelang yang ada didalam usus meningkat sehingga terjadi penyumbatan usus.
2. Akibat Cacing Cambuk
infeksi cacing yang lama dan tidak diobati, hal ini menyebabkan keluarnya jaringan anus
Tentu saja tidak semua akibat di atas dapat terjadi pada semua penderita kecacingan, yang paling sering ditemukan adalah kurang darah ( anemia )


2.4 Faktor Resiko Yang Berhubungan Dengan Kecacingan
Hasil penelitian Rifdah (2007) tentang kejadian kecacingan pada murid sekolah dasar negeri di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor pada Tahun 2007 diperoleh kesimpulan bahwa faktor resiko yang paling dominan terhadap kejadian kecacingan pada murid sekolah dasar negeri di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor adalah kebiasaan mencuci tangan. Penelitian untuk mencari faktor-faktor yang berhubungan dengan kecacingan, khususnya askariasis telah diteliti oleh Ismid dkk (1988). Ternyata didapat hubungan bermakna antara adanya askariasis dengan kebersihan pribadi dan kebersihan lingkungan. Anak yang berperilaku buruk berisiko lebih besar mengalami infestasi kecacingan daripada anak yang berperilaku baik. (Ginting, 2005) (http://andhief.wordpress.com/2009/10/07/akibat-kecacingan-pada-seorang-anak)



2.5 Pencegahan Infeksi Kecacingan
Menurut Satari (2007) tidak sulit untuk mencegah kecacingan pada anak. Adapun langkah-langkah yang diberikan untuk diterapkan pada anak-anak, antara lain:
1. Mandikan anak setiap hari. Gunakan air bersih yang bebas dari larva cacing. Jika perlu, gunakan sabun yang bisa membasmi larva cacing.
2. Jangan biarkan kuku anak memanjang. Guntinglah kuku anak secara teratur. Kuku bisa menjadi tempat mengendap kotoran yang mengandung telur atau larva cacing.
3. Biasakan anak untuk cuci tangan dengan sabun. Lakukan setiap kali setelah anak memegang benda-benda kotor atau sebelum makan.
4. Biasakan anak untuk selalu menggunakan sandal atau sepatu bila keluar rumah, terutama bila berjalan di tanah. Tanah yang lembab merupakan tempat favorit cacing untuk berkembang biak.
5. Bila ingin memakan sayuran mentah (lalapan) atau buah-buahan, cucilah dengan air bersih yang mengalir. Bila perlu gunakan sabun yang bisa digunakan untuk mencuci sayuran dan buah-buahan agar bersih dari hama.
6. Memberi anak pengertian agar tidak memasukkan jarinya ke dalam mulut. Terangkan kepadanya akibat yang bisa terjadi.
7. Lakukan toilet training pada waktunya dan ajarkan cara menjaga kebersihan saat buang air besar dan buang air kecil.
8. Pelihara kebersihan lingkungan, baik di dalam maupun halaman rumah.
9.Anjurkan pengasuh anak mencuci tangan sebelum memegang anak atau menyuapi anak.
10.Menutup makanan agar terhindar dari lalat.
11. Hindari jajan makanan sembarangan
12. Anjurkan anggota keluarga minum obat cacing setiap 3 atau 4 bulan sekali.
13. Minumlah obat cacing secara rutin minimal 4 bulan sekali untuk seluruh keluarga
14. Pilihlah obat cacing yang dapat membunuh semua jenis cacing, terutama yang perlu diperhatikan adalah kemampuannya membasmi cacing cambuk
(sumber : www.anakku.com)
Menurut Sasongko (2000), kunci pemberantasan cacingan adalah memperbaiki higiene dan sanitasi lingkungan, misalnya, tidak menyiram jalanan dengan air got. Sebaiknya, bilas sayur mentah dengan air mengalir atau mencelupkannya beberapa detik ke dalam air mendidih. Juga tidak jajan di sembarang tempat, terlebih lagi jajanan yang terbuka. Biasakan pula mencuci tangan sebelum makan, bukan hanya sesudah makan. Dengan begitu, rantai penularan cacingan bisa diputus. Sama halnya dengan Sadjimin (2000) yang mengatakan bahwa higiene yang kurang sangat mendukung penyebaran infestasi cacing.


2.6 Domain Perilaku

Perilaku terdiri dari 3 domain, yakni : pengetahuan, sikap dan praktik. Notoatmodjo (2005)
A. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan penglihatan (mata).
B. Sikap
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan. Menurut Allport (1954) sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu :
a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek. Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek. Artinya, bagaimana penilaian orang tersebut terhadap objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak. Artinya, sikap merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.
C. Praktik atau tindakan
Praktik atau tindakan adalah semua kegiatan atau aktifitas yang dilakukan seseorang dengan tujuan tertentu Praktik atau tindakan dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yaitu : praktik terpimpin, praktik secara mekanisme dan adopsi


2.7 Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku mencuci tangan memakai sabun

2.7.1 Asal Sekolah
Berbeda dengan sekolah umum atau sekolah dasar negeri, MI (Madrasah Ibtidaiyah) biasanya mata pelajaran yang diberikan berbeda proposinya dengan sekolah umum (Harsono, 2008) Pendidikan yang didapat oleh siswa-siswi di sekolah akan menentukan perilaku anak tersebut, karena sekolah merupakan tempat pembelajaran yang baik bagi anak.

2.7.2 Jenjang Pendidikan
Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin baik pula pendidikan yang didapat oleh orang tersebut. Pendidikan yang baik akan lebih mudah mengetahui dan memahami pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat, dengan pendidikan yang baik, maka diperoleh pengetahuan yang baik dan pengetahuan yang baik akan lebih mudah menentukan sikap yang baik serta mengambil langkah-langkah untuk berbuat sesuatu. (Tjokke, 2007)

2.7.3 Jenis Kelamin
Sebagian besar anak laki laki dan perempuan dibesarkan dalam cara yang sangat berbeda, yang nantinya akan mempengaruhi seseorang dalam bertindak. Tidak ada yang membantah bahwa beberapa sifat (trait) kepribadian tampaknya lebih dominan pada salah satu jenis kelamin dibanding jenis kelamin lain. Saat dewasa, sebagian besar orang cenderung untuk bertindak sesuai harapan sosial yang dibebankan pada jenis kelaminnya. (Mahendratto, 2008). Menurut Rosemini (2007), orang tua memiliki pengaruh besar dalam pembentukan konsep gender pada anak-anak. Semakin anak tumbuh besar, orang tua akan semakin membeda-bedakan perlakuan terhadap anak lakilaki dan anak perempuan. Secara psikologis, anak laki-laki dan perempuan memiliki kecenderungan perilaku yang berbeda dikarenakan penggunaan bagian otak yang berbeda. Anak laki-laki lebih banyak menggunakan sisi kanan otak (sisi praktis). Penelitian menunjukkan bahwa sejak lahir sudah ada perbedaan perilaku antara anak laki-laki dan perempuan. Anak perempuan lebih responsif dari pada anak laki-laki.

2.7.4 Karakteristik Keluarga
1. Pekerjaan orangtua
Pekerjaan orangtua mempengaruhi penghasilan dan perekonomian keluarga. Anak dengan kondisi perekonomian yang rendah berisiko mengalami infeksi kecacingan lebih besar daripada anak dengan tingkat perekonomian yang baik. (Ginting, 2005). Hasil penelitian Limin Ginting pada anak SD di Kecamatan Sei Bingai Langkat, Sumatra Utara 2005 diperoleh kesimpulan bahwa anak dengan kondisi perekonomian yang rendah berisiko mengalami infeksi kecacingan 76 kali lebih besar daripada anak dengan tingkat perekonimian yang tinggi. Ibu yang bekerja diluar rumah cenderung memiliki sedikit waktu untuk mengurus keluarga. Ketika seorang ibu bekerja, pada saat yang sama ibu tersebut akan kehilangan waktu yang sangat berharga untuk mengasuh anak-anaknya. (Pazriani, 2007)
2. Tingkat pendidikan orangtua
Untuk memperoleh derajat kesehatan yang optimal, pendidikan merupakan syarat yang harus dipenuhi. Seseorang dengan pendidikan tinggi memiliki peluang yang lebih besar untuk mendapatkan penghasilan yang cukup sehingga mereka memiliki kesempatan untuk hidup dalam lingkungan yang baik dan sehat. Selain itu juga mereka mempunyai akses untuk mendapatkan informasi yang terkait dengan usaha pemeliharaan kesehatan. (Khomsan, 2006 dalam Pazriani, 2007). Tingkat pendidikan akan mempengaruhi seseorang dalam menyerap dan memahami sesuatu. Tingkat pendidikan ayah berkaitan dengan pekerjaan dan jumlah pendapatan. Sedangkan tingkat pendidikan ibu berkaitan dengan pola asuh anak. (Pazriani, 2007).

3. Kebiasaan Orangtua
Anak membutuhkan orangtua yang dapat menyadarkan dan menanamkan kebiasaan akan pentingnya mencuci tangan. Apalagi dengan aktivitas anak yang begitu rentan bersentuhan dengan kuman dan bakteri. “Kebiasaan mencuci tangan pada anak sebetulnya merupakan bagian dari toilet training. Yaitu, saat anak belajar tentang kapan buang air kecil dan kapan buang air besar, serta menjaga kebersihan,” ujar Bibiana Dyah (2007) dalam Susanti (2007). Dengan diawali dari kesadaran ibu atau pengasuh untuk selalu membiasakan kebersihan terutama pada anak, menurut Bibiana Dyah, ini akan membuat anak terbentuk sikap untuk menjadi bersih. Sama halnya dengan pendapat Erman (2007), khususnya kebiasaan mencuci tangan ini, dilakukan saat anak bahkan ada dalam usia di bawah satu tahun. Dibutuhkan peran aktif orangtua khususnya ibu. Misalnya saat bayi usia empat bulan dan sedang mengalami masa oral, perlu kehatihatian ibu dalam menjaga anak.

4. Dukungan Orangtua
Orangtua merupakan faktor penentu bagi anak-anaknya untuk berperilaku. (Damayanti, 2007). Orangtua yang memberikan perhatian kepada anak anaknya, memberikan semangat dan konsisten dalam menerapkan disiplin cenderung memiliki anak yang berkembang dan mempunyai keyakinan diri yang kuat dalam melakukan suatu tindakan. (Hatter dalam Damayanti, 2007)
a. Menjadi contoh/teladan
b. Memberikan reward – punisment
c. Menerapkan standar perbandingan sesuai dengan kemampaun bukan membandingkan dengan oranglain. Menerima dukungan atau anjuran untuk mengambil tindakan kesehatan mempengaruhi seseorang untuk berperilaku (Health Belief Model menurut Becker, Tahun 1979). Misalnya, seorang anak akan membiasakan untuk mencuci tangannya memakai sabun jika orangtuanya selalu memberikan anjuran untuk melakukan perilaku tersebut.

2.7.5 Keterpaparan Informasi Kesehatan
Pada era globalisasi saat ini berbagai informasi dapat dengan mudah kita dapatkan termasuk informasi mengenai kesehatan. (Pazriani, 2007). Informasi tersebut bukan hanya mudah didapat oleh orang dewasa, melainkan usia anak-anak juga bias dengan mudah memperoleh informasi. Guru merupakan salah satu faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku bagi murid-muridnya di sekolah. (Green dalam Notoatmodjo, 2005). Partisipasi guru disekolah mempengaruhi perilaku murid-murinya. Misalnya, guru selalu mengingatkan murid-muridnya untuk selalu memcuci tangan memakai sabun setelah selesai menyapu kelas atau setelah selesai bermain pada jam istirahat sekolah untuk mencegah terjadinya infeksi pada muridmuridnya. Seorang guru atau pendidik di sekolah harus dapat memberikan dan menanamkan kebiasaan hidup sehat kepada murid dengan cara menjadi teladan khususnya disekolah. Seorang pendidik juga harus dapat memberikan pendidikan kesehatan baik pada saat siswa berada didalam kelas maupun saat berada diluar kelas. Selain pendidik di sekolah, perilaku anak juga sangat dipengaruhi oleh orangtuanya. Kurangnya komunikasi, informasi dan edukasi yang diterima anak-anak dari orangtua mereka mengenai infeksi kecacingan dari orangtuanya menyebabkan anak tersebut kurang memperhatikan kebersihan diri mereka terutama kebiasaan untuk mencuci tangan dengan sabun. (Sadjimin, 2000). Berdasarkan Theory of Reasoned Action (Teori Aksi Beralasan) dari Fishbein dan Ajsen (1980), niat seseorang mempengaruhi orang tersebut untuk bertindak.
Perilaku tersebut bersifat ‘normatif” dan apa yang dilakukan orang lain(terutama orangorang didalam kelompok. Misalnya, teman sebaya) pada situasi yang sama. Pada masa usia sekolah (6-12 tahun) anak-anak mulai belajar bergaul dengan teman-teman sebayanya. (Gunarsa, 1991). Keterpaparan informasi kesehatan juga bisa diperoleh anak-anak dari penyuluhan-penyuluhan yang diadakan disekolah-sekolah. Penyuluhan tersebut, khususnya penyuluhan tentang kesehatan biasanya dilakukan oleh puskesmas setempat atau dari Dinas Kesehatan. Informasi lain yang mungkin didapat oleh anak-anak adalah sumber informasi dari media massa, terutama telavisi. Disatu sisi media massa terutama televisi menjadi sarana sebagai media informasi, hiburan bahkan bisa sebagai kemajuan kehidupan, namun disisi lain televisi juga dapat menularkan efek yang buruk bagi sikap, pola pikir, perilaku anak. (Admin, 2008) Semakin banyak informasi yang didapat oleh seseorang maka akan semakin besar pengaruhnya terhadap perilaku seseorang. Terutama jika informasi tersebut disampaikan dengan cara yang benar, karena penyampaian informasi yang baik dapat merubah perilaku seseorang yang tadinya tidak melakukan sesuatu menjadi melakukan sesuatu. (Effendy, 1990)
2.7.6 Kebijakan Sekolah
Sekolah merupakan lembaga yang didirikan untuk membina dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, baik fisik, mental, moral, maupun intelektual dan sekolah merupakan tempat untuk meletakkan dasar perilaku bagi anak, termasuk perilaku kesehatan. Peran guru disekolah sangat penting, karena guru pada umumnya lebih dipatuhi oleh anak-anak daripada orangtuanya. Sekolah dan lingkungan sekolah yang sehat sangat kondusif untuk berperilaku sehat bagi anak-anak. (Notoatmodjo, 2005).
Kebijakan merupakan salah satu faktor penguat bagi seseorang untuk berperilaku. (Green dalam Notoatmodjo, 2005). Anak-anak sekolah dasar melalaikan kebiasan mencuci tangan memakai sabun karena tidak adanya peraturan tentang kebiasaan mencuci tangan dengan sabun disekolah atau kurangnya peringatan yang diberikan oleh pihak sekolah, terutama guru terhadap perilaku tersebut.

2.7.7 Fasilitas
Ketersediaan fasilitas merupakan salah satu faktor penguat bagi seseorang untuk berperilaku. (Green dalam Notoatmodjo, 2005) Terkadang walaupun seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya karena tidak tersedianya fasilitas. Jika disekolah telah tersedia fasilitas atau sarana mencuci tangan, sebaiknya juga dilengkapi dengan sabun untuk mencuci tangan dan mencukupi jumlah sarana tersebut. Pihak sekolah juga juga harus dapat mendorong pemerintah setempat dalam hal peningkatan fasilitas-fasilitas yang dapat merangsang anak untuk bias mempraktekkan hidup bersih dan sehat disekolah.





2.8 Pentingnya Mencuci Tangan Memakai Sabun

Di Indonesia program mencuci tangan memakai sabun pernah diadakan oleh PT Unilever yang menyelenggarakan program ”Lifebuoy Berbagi Sehat – Kampanye Mencuci Tangan dengan Sabun”, dengan harapan agar kebiasaan sehat berupa mencuci tangan memakai sabun dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya di dalam setiap keluarga Indonesia. Peluncuran kampanye yang dilaksanakan di lapangan Gedung Aldiron Dirgantara pada 23 Maret 2008 dihadiri oleh pihak Departemen Kesehatan serta 200 murid SD. Mereka diikutsertakan dalam kegiatan mencuci tangan bersama guna menanamkan pengertian bahwa cuci tangan dengan sabun adalah hal penting yang harus dijadikan kebiasaaan untuk hidup yang sehat. Diharapkan anak-anak ini kelak dapat mewariskan kebiasaan ini kepada anggota keluarga, saudara dan teman teman dan bahkan nanti kepada anak cucu mereka.
Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari mengatakan bahwa kebiasaan mencuci tangan dengan air saja, tidak cukup untuk melindungi seseorang dari kuman penyakit yang menempel di tangan. Terlebih bila mencuci tangan tidak dibawah air mengalir. Berbagi kobokan sama saja saling berbagi kuman. Kebiasaan itu harus ditinggalkan. Mencuci tangan pakai sabun terbukti efektif dalam membunuh kuman yang menempel di tangan. Gerakan nasional cuci tangan pakai sabun dilakukan sebagai bagian dari kebijakan pemerintah untuk pengendalian risiko penyakit yang berhubungan dengan lingkungan seperti diare dan penyakit kecacingan. (Hr. Suara Karya 18/6/06) Sama halnya dengan Erman (2007) yang mengatakan bahwa, untuk mengatasi kuman dibutuhkan pengertian akan pentingnya kebiasaan mencuci tangan oleh siapapun. Bukan hanya sekedar mencuci tangan saja melainkan juga menggunakan sabun dan dilakukan di bawah air yang mengalir karena sabun memiliki kandungan basa dan itu bisa mengurangi atau melemahkan kuman yang ada di tangan. Semakin tinggi kadar basanya, semakin bagus juga kemampuannya untuk mengatasi kuman. (Susanti, 2007).
Dewan kota Franklin di New Jersey, Amerika sudah mengesahkan peraturan tentang cuci tangan melalui system voting dengan suara bulat, untuk membantu kesehatan masyarakat di kota tersebut. Peraturan Dewan kota Franklin tentang cuci tangan diantaranya adalah pada semua kamar mandi harus dalam kondisi bersih/sehat secara terus menerus, menyediakan air panas dan air dingin, dan penyediaan tissue WC juga sabun tangan beserta alat-alat pengeringan tangan. Peraturan ini sebagai sarana pendidikan pedagang eceran pinggir jalan di dalam praktek penyediaan WC yang\ bersih. Anggota Dewan, Shirley Eberle, sebagai salah satu anggota Badan Penasihat dari Bidang Kesehatan, mengatakan, bahwa peraturan ini akan membantu kota menjadi sehat dan mengatakan bahwa WC umum yang sudah terdapat sabun akan mendorong orang-orang untuk mencuci tangan mereka. Menurut Pusat-pusat Pencegahan dan Kendali Penyakit (CDC), cuci tangan adalah tindakan paling utama dan menjadi satusatunya cara mencegah serangan dari penyakit. Cuci tangan adalah murah, mudah, dan untuk mencegah penyakit. Dan pencegahan penyakit adalah yang paling pentinga dari itu semua. (Journal of Environmental Health, 2006)
Tujuan utama dari cuci tangan secara higienis adalah untuk menghalangi transmisi patogen-patogen kuman dengan cepat dan secara efektif. (Carl A Osborne, 2008). Kebersihan tangan yang tidak memenuhi syarat juga berkontribusi menyebabkan penyakit terkait makanan, seperti Salmonella dan infeksi E. Coli. Menurut data CDC and The American Society for Microbiology (2005), sebanyak 76 juta rakyat Amerika terkena penyakit terkait makanan setiap tahunnya, dari jumlah ini, 5.000 di antaranya meninggal.
Menurut Iswara (2007), mencuci tangan dalam upaya peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sangatlah penting dan mudah dilakukan. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2010. Mencuci tangan menjadi penting jika ditinjau dari:
1. Kulit tangan banyak kontak dengan berbagai aktivitas, benda dan lingkungan
2. Kuman dapat terdapat di kulit jari, sela kuku, kulit telapak tangan
3. Kontak mulut dan tangan saat makan / minum
4. Dapat menimbulkan penyakit saluran cerna



2.9 Kapan Saja Harus Mencuci Tangan Memakai Sabun
Mencuci tangan memakai sabun sebaiknya dilakukan sebelum dan setelah beraktifitas. Berikut ini adalah waktu yang tepat untuk mencuci tangan memakai sabun menurut Handayani , dkk (2000)
1. Sebelum dan setelah makan
2. Setelah ganti pembalut
3. Sebelum dan setelah menyiapkan makanan, khususnya sebelum dan setelah memegang bahan mentah, seperti produk ternak dan ikan
4. Setelah memegang hewan atau kotoran hewan
5. Setelah mengusap hidung, atau bersin di tangan
6. Sebelum dan setelah mengiris sesuatu
7. Sebelum dan setelah memegang orang sakit atau orang yang terluka
8. Setelah menangani sampah
9. Sebelum memasukkan atau mencopot lensa kontak
10. Setelah menggunakan fasilitas umum (mis. toilet, warnet, wartel, dll)
11. Pulang bepergian dan setelah bermain
12. Sesudah buang air besar dan buang air kecil


2.10 Bahaya Jika Tidak Mencuci Tangan
Disamping manfaat secara kesehatan yang telah terbukti, banyak orang tidak melakukannya sesering yang seharusnya bahkan setelah ke kamar mandi. Jika tidak mencuci tangan memakai sabun, kita dapat menginfeksi diri sendiri terhadap kuman dengan menyentuh mata, hidung atau mulut. Dan kita juga dapat menyebarkan kumanke orang lain dengan menyentuh mereka atau dengan menyentuh permukaan yang mereka sentuh juga seperti handel pintu. Penyakit infeksi umumnya menyebar melalui kontak tangan ke tangan termasuk demam biasa (common cold), flu dan beberapa kelainan sistem pencernaan seperti diare. Kebersihan tangan yang kurang juga menyebabkan penyakit terkait makanan seperti infeksi Salmonella dan E.coli.

Berdasarkan Pusat Pengendalian & Pencegahan Penyakit (CDC), sebanyak 76 juta warga Amerika menderita penyakit akibat makanan setiap tahunnya dan sekitar 5000 orang meninggal akibat penyakit ini. Beberapa mengalami gejala yang mengganggu seperti mual, muntah, diare. (Lestari, 2008)

2.11 Cara Mencuci Tangan Yang Baik

Menurut CDC and The American Society for Microbiology (2005) berikut langkah-langkah cuci tangan yang tepat:
1. Basahi tangan dengan air mengalir yang hangat, pakailah sabun secara rata.
2. Gosokan kedua tangan minimal 10-15 detik, merata hingga ke jari-jemari dan siku
3. Bilas dengan air, kemudian keringkan tangan dengan handuk bersih atau tisu sekali pakai.
4. Jika Anda di fasilitas umum, biarkan air tetap mengalir saat Anda selesai. Saat tangan sudah kering, pakailah kertas tisu untuk menekan/memutar keran.


2.12 Proses Kejadian Penyakit

Hubungan interaktif antara manusia serta perilakunya dengan komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit dikenal sebagai proses kejadian penyakit. Proses kejadian suatu penyakit disebut sebagai patogenesis penyakit. Patogenesis penyakit dan perilaku pemajan dapat digambarkan dalam teori simpul oleh Achmadi (1991) dalam Achmadi (2005), sebagai berikut :
proses kejadian penyakit dapat diuraikan ke dalam 4 simpul, yaitu simpul 1, sebagai sumber penyakit atau agent penyakit seperti : agent biologi, fisik atau kimia ; simpul 2, sebagai komponen lingkungan yang merupakan media transmisi penyakit, seperti : udara, air, tanah, makanan, dan binatang ; simpul 3, sebagai variabel kependudukan sseperti : perilaku, sedangkan simpul 4, yaitu pemajan yang dalam keadaan sehat atau sakit setelah mengalami interaksi dengan komponen lingkungan yang mengandung bibit penyakit. Sumber Penyakit Sakit / Sehat Media Transmisi : Komponen Lingkungan Perilaku Pemajan Variabel Lain Yang Berpengaruh



Kerangka Teori





Kerangka Konsep








BAB III

METODE PENELITIAN


1. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian survai dengan menggunakan pendekatan potong lintang (cross sectional) yaitu penelitian dilakukan dengan mengamati kejadian penyakit kecacingan pada balita dan sikap pencegahan ibu terhadap kecacingan
Variabel dalam penelitian ini meliputi variabel bebas yang meliputi :
Penggunaan air bersih, Penggunaan sabun saat mencuci tangan dan kaki, Perilaku Hidup bersih dan Sehat
Tempat dan Waktu Penelitian
a. Tempat
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tanjung Karang Pusat kota Bandar lampung
b. Waktu
Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2012 – Februari 2012

2. Populasi Dan Sampel
a. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah rumah yang memiliki balita di Kecamatan Tanjung Karang Pusat,Kota Bandar lampung.
b. Sampel
Penentuan besar sampel dalam penelitian ini digunakan rumus estimasi proporsi dengan presisi mutlak (Ariawan, 1998) seperti di bawah ini :

{Z21-/2 P(1 – P)
n = --------------------
d2
Dimana :
n = Perkiraan besar sampel
P = Proporsi populasi.
d = Presisi.
Z = derajat kepercayaan
Perkiraan besar sampel (n) ditentukan dengan derajat kepercayaan (Z1-/2) yaitu 95% (1,960), proporsi populasi balita (0,20) dan presisi (0,10) diperoleh besar sampel 128 keluarga balita.
c. Tehnik Sampling
Teknik sampling yang dilakukan untuk menentukan keluarga balita terpilih dengan menggunakan acak sederhana (random sampling) yang diperoleh dari data keluarga yang memiliki balita.

4. Pengumpulan data
Cara pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung dengan responden dan pengamatan langsung.
Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari :
a. Data primer, yaitu: data yang diperoleh dari hasil wawancara langsung terhadap responden dengan menggunakan quesioner dan pengamatan langsung sikap pencegahan ibu dengan menggunakan check list. Wawancara dan pemeriksaan kesehatan balita berkaitan dengan kejadian Kecacingan, dan pengamatan terhadap sikap ibu yang meliputi penggunaan air bersih,Penggunaan sabun saat mencuci tangan dan kaki,Kondisi kecerdasan balita,kondisi kesehatan.
b. Data skunder, yaitu data yang diperoleh dari profil yang berasal dari Puskesmas Kecamatan Tanjung Karang Pusat Kota Bandar Lampung

5. Pengolahan dan analisa data
1. Pengolahan data
Data yang diperoleh dari wawancara dan penelitian kemudian dilakukan pengolahan mulai dengan pemeriksaan data, menyuting data (Editing), mengkode data (Coding), memasukkan data (Entry), lalu membersihkan data (Cleaning) dan tabulasi (Tabulating).

2. Analisa data
1) Analisa Univariat
Analisa univariat digunakan untuk menjelaskan hubungan masing-masing variabel yang diteliti dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan proporsi.
2) Analisa Bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara tingkat pengetahuan ibu (variabel independen) dengan pencegahan Kecacingan (variabel dependen) Uji statistik yang digunakan adalah: Chi-Squire (X2), dengan rumus sebagai berikut: (Sabri : 1999:110)
3) Analisa Multivariat
Analisis multivariate yang digunakan untuk mengetahui factor risiko kondisi pengetahuan ibu yang berhubungan dengan Kecacingan digunakan analisis Regresi Ganda.

6. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah:
a. Variabel bebas terdiri dari : Penggunaan air bersih, Penggunaan sabun saat mencuci tangan dan kaki, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
b. Variabel terikat yaitu kejadian Kecacingan

7. Definisi Operasional
Definisi operasional variabel-variabel penelitian tersebut adalah :
a. Penggunaan air bersih : sikap untuk menggunakan air yang bersih dan sehat yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa dalam memenuhi kebutuhan air sehari- hari
b. Penggunaan sabun saat mencuci tangan dan kaki : menggunakan selalu sabun ketika mencuci tangan dan kaki setelah melakukan aktivitas terutama ketika ingin makan agar kuman yang ada di tangan dan kaki bias hilang dan kita tetap sehat
c. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat : Perilaku yang dilakukan oleh keluarga yang sesuai dengan indikasi sehat yang terdiri dari 10 indikator yang dapat mempertahankan kesehatan keluarga
d. Kejadian Kecacingan pada balita : Penyakit infeksi kecacingan merupakan salah satu penyakit yang masih banyak terjadi di masyarakat namun kurang mendapatkan perhatian (neglecteddiseases),penyakit yang secara perlahan menggerogoti kesehatan manusia, menyebabkan kecacatan tetap, penurunan intelegensia anak dan pada akhirnya dapat pula menyebabkan kematian. penggunaan air bersih,Penggunaan sabun saat mencuci tangan dan kaki,Kondisi kecerdasan balita,kondisi kesehatan

8. Hipotesa
1. Terdapat hubungan antara pengetahuan penggunaan air bersih dengan pencegahan penyakit Kecacingan
2. Terdapat hubungan antara PHBS (Perilaki Hidup Bersih dan Sehat) dengan pencegahan penyakit Kecacingan
3. Terdapat hubungan antara pembuangan kotoran dengan pencegahan penyakit Kecacingan














DAFTAR PUSTAKA


• (www.library@unair.ac.id)
• (http://pondokibu.com/kesehatan/cara-mencegah-cacingan/)
• (http://www.kafebalita.com/content/articles/read/2009/07/jika-cacingan-menyerang-si-kecil/1208)
• L wong, Donna, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Penerbit Buku Kedokteran (EGC), Jakarta,2004
• Behrman, Kligman, Arvin dan Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, Penerbit Buku Kedokteran (EGC), Jakarta,2000