Rabu, 11 Januari 2012

MAKALAH KEBUTUHAN DASAR MANUSIA II “JALUR PEMBERIAN OBAT”

MAKALAH KEBUTUHAN DASAR MANUSIA II
“JALUR PEMBERIAN OBAT”







Di susun oleh:
1. Ahmad Rikho BR
2. Dian Ardian
3. Henny Septriyani
4. I Wayan Putra A.W
5. Ita Wati
6. Juanda
7. Ria M.R
8. Wifkil






AKADEMI KEPERAWATAN PANCA BHAKTI
BANDAR LAMPUNG
TAHUN AKADEMIK 2009/2010








KATA PENGANTAR

Puji syukur bagi Allah SWT yang dengan karunianya, Telah memungkinkan penyusun menyelesaikan makalahnya sebagai salah satu tugas KEBUTUHAN DASAR MANUSIA II dan agar dapat di manfaatkan oleh para pembaca. Hanya dengan kekuatan dan kesabaran yang dilimpahkannya, makalah ini dapat diselesaikan.
Dan mudah-mudahan dengan adanya makalah ini para pembaca dapat memahami mengenai Pemenuhan Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
Akhir kata “ Tiada Gading yang Tak Retak “,demikian kata orang bijak, oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca senantiasa kami nantikan dalam perbaikan pembuatan makalah kami selanjutnya.

Bandar Lampung, 22 maret 2010


Penyusun








DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………1
B. Tujuan
1. Tujuan Umum……………………………………………2
2. Tujuan Khusus………………………………………….. 2


BAB II JALUR PEMBERIAN OBAT
A. Rute Oral……………………………………………… 2
B. Rute Parenteral………………………………………. 3
C. Pemberian Injeksi……………………………………. 4
D. Injeksi Intravena…………………………………….. 8
1. Pemberian secara langsung…………………... 9
2. Pemberian Melalui Wadah…………………… 11
3. Pemberian Melalui Selang……………………. 12
E. Injeksi Intramuskular……………………………….. 12
F. Keamanan dalam pemberian injeksi……………….. 15
G. Pemberian Obat Topikal………………………………. 16
H. Pemberian Obat Secara Suposituria…………………… 17
1. Pemberian Obat melalui Vagina……………….. 18
2. Pemberian Obat melalui Rektal…………………

BAB III PENUTUP……………………………………………………… 21

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………................... 22










BAB I
PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Obat adalah alat utama terapi yang digunakan dokter untuk mengobati klien yang memiliki masalah kesehatan.walaupun obat menguntungkan klien dalam banyak hal,namun beberapa obat dapat menimbulkan efek samping yang serius atau berpotensi menimbulkan efek samping yang berbahaya bila tidak tepat diberikan.
Pemberian obat yang aman dan akurat merupakan salah satu tugas terpenting perawat,perawat bertanggung jawab memahami kerja obat dan efek samping yang ditimbulkan.perawat juga harus memahami masalah kesehatan klien untuk dapat menentukan apakah obat yang akan diberikan aman bagi klien.
Selain itu juga latar belakang penulisan makalah ini adlah untuk memenuhi tugas makalah mata kuliah Kebutuhan Dasar Manusia II.


B.TUJUAN
1.Tujuan umum
Tujuan dibentuknya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Kebutuhan Dasar Manusia II.
2.Tujuan khusus
a. Agar mahasiswa Akper Panca Bhakti mengetahui tentang fungsi obat.
b. Agar mahasiswa juga mengetahui jenis dan klasifikasi obat.
c. Agar mahasiswa juga mengetahui bagai cara pemberian obat yang baik.









BAB II
PEMBAHASAN


RUTE PEMBERIAN OBAT

Pilihan rule pemberian obat bergantung pada kandungan obat dan efek yang dinginkan juga kondisi fisik dan mental klien. Karena secara konstan terlibat dalam perawatan klien, perawat sering terlibat dalam menentukan rute pemberian obat yang terbaik dengan berkolaborasi dengan dokter.

A. Rute Oral

• Pemberian Per Oral
Rute oral adalah rute yang paling mudah dan paling umum digunakan. Obat diberikan melalui mulut dan ditelan. Obat yang diberikan per oral lebih murah daripada banyak preparat lain. Awitan kerja obat oral lebih lambat dan efeknya lebih lama. Klien umumnya lebih memilih rute oral.
• Pemberian Sublingual
Obat sublingual dirancang supaya, setelah diletakkan di bawah lidah dan kemudian larut, mudah diabsorpsi. Obat yang diberikan di bawah lidah tidak boleh ditelan. Bila ditelan, efek yang diharapkan tidak akan dicapai. Nitrogliserin umumnya diberikan secara sublingual. Klien tidak boleh minun sampai seluruh obat larut.
• Pemberian Bukal
Pemberian obat melalui rute bukal dilakukan dengan menempalkan obat padat di membran mukosa pipi sampai obat larut. Klien harus diajarkan untuk menempatkan dosis obat secara bergantian di pipi kanan dan kiri supaya mukosa tidak iritasi. Klien juga diperingatkan untuk tidak mengunyah atau menelan obat atau minum air bersama obat. Obat bukal bereaksi secara lokal pada mukosa atau secara sistemik ketika obat ditelan dalam saliva.


B. Rute Parenteral

Rute parenteral ialah memberikan obat dengan menginjeksinya ke dalam jaringan tubuh. Pemberian parenteral meliputi empat tipe utama injeksi berikut :
1. Subkutan (SC). Injeksi ke dalam jaringan tepat di bawah lapisan dermis kulit.
2. Intradermal (ID). Injeksi ke dalam dermis tepat di bawah epidermis.
3. Intramuskular (IM). Injeksi ke dalam otot tubuh.
4. Intravena (IV). Suntikan ke dalam vena.

Berikut adalah pemberian obat yang canggih di mana perawat memiliki tanggung jawab :
1. Epidural
2. Intratekal
3. Intraoseosa
4. Intraperiteneal
5. Intrapleura
6. Intraarteri

Tabel 1. Faktor yang Mempengaruhi Pilihan Rute Pemberian Obat
Keuntungan Kerugian atau kontraindikasi
Rute oral, bukal dan sublingual
• Rute ini cocok dan nyaman bagi klien
• Rute ini ekonomis
• Obat dapat menimbulkan efek lokal atau sistemik
• Rute ini jarang membuat klien cemas
• Rute ini dihindari bila klien mengalami perubahan fungsi saluran cerna (misal : mual, muntah), motilitas menurun (setelah anestesi umum atau inflamasi lokal) dan reseksi bedah suatu bagian saluran cerna.
• Beberapa obat dihancurkan oleh sekresi lambung. Rute oral dikontraindikasikan pada klien yang tidak mampu menelan (misal : klien yang mengalami gangguan neuromuskular, striktur (penyempitan) esofagus, lesi pada mulut).
• Obat oral tidak dapat diberikan kepada klien yang terpasang pengisap lambung dan dikontraindikasikan pada klien yang akan menjalani pembedahan atau tes tertentu.
• Klien tidak sadar atau bingung sehingga tidak mampu menelan atau mempertahankan obat dibawah lidah.
• Obat oral dapat mengiritasi lapisan saluran cerna, mengubah warna gigi, atau mengecap rasa yang tidak enak.
Kulit, topikal
• Obat topikal yang dioles pada kulit terutama memberi efek lokal
• Rute ini tidak menimbulkan nyeri
• Efek samping yang timbul terbatas
• Untuk pengolesan didaerah yang luas, obat diperlukan dalam jumlah besar dan sulit dilakukan.
• Klien yang kulitnya tergores beresiko mengalami absorpsi obat dan efek sistemik yang cepat.

C. PEMBERIAN INJEKSI

Memberikan injeksi merupakan prosedur invasif yang harus dilakukan dengan menggunakan teknik steril. Setelah jarum menembus kulit, muncul risiko infeksi. Perawat memberi obat secara parenteral melalui rute SC, IM, ID, dan IV. Efek obat yang diberikan secara parenteral dapat berkembang dengan cepat, bergantung pada kecepatan absorpsi obat. Perawat mengobservasi respons klien dengan ketat.

Peralatan

Ada berbagai spuit dan jarum yang tersedia dan masing-masing didesain untuk menyalurkan volume obat tertentu ke tipe jaringan tertentu. Perawat berlatih memberi penilaian ketika menentukan spuit atau jarum mana yang akan paling efektif.


Tabel 3. Memberikan Injeksi Subkutan, Intramuskular dan Intradermal
Langkah Rasional
1. Kaji indikasi untuk menentukan rute pemberian obat yang tepat
injeksi yang dipilih.
Memastikan absorpsi obat yang baik dan distribusi melalui jaringan untuk meningkatykan mkerja obat. Memastikan rute yang sesuai untuk klien berdasarkan program dokter.
2. Kaji riwayat medis dan riwayat alergi Membuat perawat waspada untuk melakukan tindakan kewaspadaan yang perlu diobservasi selama memberikan oral. Riwayat alergi dapat membatalkan program obat.
3. Observasi respons verbal dan nonverbal ketika mendapat injeksi Injeksi dapat menyakitkan. Klien mungkin merasa cemas. Hal ini dapat meningkatkan nyeri. Mengurangi penularan mikroorganisme.
4. Cuci tangan Mengurangi penularan mikroorganisme.
5. Siapkan peralatan dan suplai yang diperlukan :
a. Spuit berukuran tepat:
1) SC : 1 ML, 100 U
2) IM : 2 sampai 5 ml untuk dewasa, 1 sampai 2 ml untuk anak
3) ID : 1 ml tuberkulin

Volume yang disuntikan harus kompatibel dengan tipe jaringan




b. Jarum berukuran sesuai :
1) SC : 25G sampai 27G dan panjang 3/8 sampai 5/8 inci
2) IM : 19G sampai 23G dan panjang 1 sampai 1 ½ inci untuk orang dewasa, 25G sampai 27G dan panjang ½ sampai 1 inci untuk anak dan 5/8 inci untuk bayi baru lahir (Wong, 1995).
3) ID : Nomor 26 sampai 27 Mencegah cedera pada klien dan memastikan distribusi obat.
c. Swab antiseptik (betadin atau alkohol Digunakan untuk membersihkan kulit
d. Sarung tangan sekali pakai
e. Obat ampul atau vial
f. Kartu, format dan huruf cetak nama obat Mengidentifikasi dosis obat yang diprogramkan dan nama klien
6. Cek program obat Memastikan keakuratan
7. Siapkan dosis obat yang tepat dari ampul atau vial. Periksa dengan teliti. Pastikan semua udara dikeluarkan. Memastikan obat steril. Teknik menyiapkan vial dan ampul berbeda. Menginjeksi volume udara dalam jumlah kecil membersihkan jarum dari obat dan mencegah jejak obat tertinggal di jarum
8. Untuk injeksi IM, ganti jarum jika obat mengiritasi jaringan SC Mencegah zat yang mengiritasi, yang tertinggal di jarum, melalui jaringan ketika jarum masuk ke dalam otot.
9. Kenakan sarung tangan sekali pakai Injeksi dapat menyebabkan sedikit rembesan darah pada tempat injeksi. Sarung tangan mengurangi resiko terpejan.
10. Identifikasi klien dengan memeriksa pita lengan yang memuat identitasnya dan menanyakan nama klien Memastikan klien, yang menerima dosis obat yang diprogramkan, benar.
11. Jelaskan prosedur kepada klien dan lakukan dengan sikap yang tenang dan percaya diri Membantu klien mengantisipasi tindakan. Pendekatan yang tenang meminimalkan kecemasan.
12. Tutup gorden atau pintu kamar Menjaga privasi
13. Pertahankan selimut atau gaun yang membungkus bagian tubuh yang tidak perlu dipajankan Untuk memilih tempat injeksi yang tepat, bagian tubuh tertentu perlu dipejankan.
14. Pilih tempat injeksi yang tepat. Inspeksi adanya memar, peradangan atau edema di permukaan kulit tempat injeksi :
a. IM : Perhatikan integrasi dan ukuran otot dan palpasi adanya nyeri tekan atau pengerasan. Apabila injeksi diberikan dengan sering, rotasi tempat injeksi.
b. ID : Perhatikan lesi atau perubahan warna pada lengan atas. Pilih tempat dengan lebar tiga atau empat jari di bawah Tempat injeksi harus bebas dari anomali yang dapat mempengaruhi absorpsi obat. Tempat injeksi yang digunakan berulang kali dapat mengeras akibat lipohipertrofu. Tempat ID harus bersih supaya hasil tes kulit dapat dilihat dan diinterpretasi dengan benar.
daerah antekubital dan dengan lebar tangan diatas pergelangan tangan

Bercakap-cakap dengan klien tentang subyek yang diminatinya.
15. Bantu klien mendapatkan posisi yang nyaman
a. IM : Minta klien berbaring datar, miring atau tengkurap atau minta klien duduk, tergantung pada tempat injeksi yang dipilih.
b. ID : Minta klien mengekstensi siku lengan dan menopangnya dan lengan atas di atas permukaan datar.
Bercakap-cakap dengan klien tentang subyek yang diminatinya.

Mengurangi ketegangan pada otot dan meminimalkan rasa tidak nyaman yang timbul akibat injeksi

Menstabilkan tempat injeksi supaya menjadi sangat mudah diakses.


Distraksi mengurangi rasa cemas
16. Merealokasi tempat injeksi menggunakan penanda anatomi tubuh. Injeksi yang akurat dilakukan dengan menginsersi jarum di tempat yang tepat untuk menghindari cedera pada jaringan, pembuluh darah, saraf atau tulang dibawahnya
17. Bersihkan tempat injeksi dengan swab antiseptik. Usap bagian tengah tempat injeksi dengan arah gerakan berputar ke luar sepanjang sekitar 5 cm Kerja mekanis swab membuang sekresi yang mengandung mikroorganisme.
18. Pertahankan swab dekat tangan Swab tetap dapat dengan mudah diambil ketika jarum ditarik
19. Lepas tutup dari jarum dengan menariknya dengan arah lurus Mencegah kontaminasi
20. Pegang spuit dengan benar di antara ibu jari dan jari telunjuk tangan yang dominan :
a. IM : Pegang seperti memegang anak panah, telapak tangan dibawah.
b. ID : Pertahankan bevel jarum menghadap ke atas. Injeksi yang cepat dan lancar dilakukan dengan memanipulasi bagian spuit dengan benar.






Dengan bevel menghadap ke atas, kemungkinan obat masuk ke dalam jaringan dibawah dermis lebih kecil.
21. lakukan Injeksi

a. Intramuskular
1) Tempatkan tangan yang tidak dominan pada penanda anatomi yang tepat dan regangkan kulit untuk membuatnya tegang. Injeksikan jarum dengan cepat ke dalam otot pada sudut 90 derajat.
Mempercepat injeksi dan mengurangi rasa tidak aman.






Memastikan obat mencapai massa otot.
2) Jika massa otot kecil, cubit badan otot tubuh antara ibu jari dan jari lain.
3) Apabila otot mengiritasi, gunakan metode Z-track.
4) Aspirasi seperti langkah 7a(4)
5) Injeksi obat dengan perlaha Digunakan untuk mencegah jejak otot tertinggal di jaringan SC.
b. Intradermal
1) Dengan tangan tidak dominan, regangkan kulit tempat injeksi dengan jari telunjuk atau ibu jari.
2) Ktika jarum mendekati kulit, dengan perlahan insersi jarum pada sudut 5 samapi 15 derajat sampai terasa tahanan. Masukkan terus jarum melalui epidermis sampai kira-kira 3 mm di bawah permukaan kulit.
3) Injeksikan obat dengan perlahan (adalah normal jika terasa tahanan; jika tidak, jarum masuk terlalu dalam dan harus ditariki.
4) Ketika menginjeksi obatm, di tempat injeksi terbentuk lingkaran berwarna terrang menyerupai gigitan nyamuk dengan diameter kira-kira 6 mm dan kemudian lenyap.
Jarum lebih mudah menembus kulit yang tegang.


Memastikan ujung jarum berada di dalam dermis






Lapisan dermis kencang dan tidak mudah melebar. Tidak perlu mengaspirasi karena dermis relatif tidak mengandung pembuluh darah.

Mengidentifikasi obat berada di dalam dermis.
22. Tarik jarum sambil mengusab swab alkohol dengan perlahan di atas atau di tempat injeksi. Menyokong jaringan di sekitar tempat injeksi untuk meminimalkan rasa tidak nyaman selama menarik jarum.
23. Untuk injeksi SC atau IM, beri pijatan ringan pada kulit. Jangan memijt kulit yang baru diinjeksikan hepatinatau insulin. Menstimulasi sirkuit dan meningkatkan distribusi obat.
Memijat daerah yang baru diinjeksi heparin dapat mengakibatkan perdarahan dan dapat meningkatkan laju absorpsi insulin. Pijatan di daerah ID dapat mengedarkan obat ke lapisan jaringan dibawahnya dan mengubah hasil tes (misal : testuberkulin)
24. Bantu klien mendapatkan posisi yang nyaman Memberi klien rasa sejahtera
25. Buang jarum yang tidak ditutup atau jarum yang dibungkus dalam kantong pengaman dan tempatkan dalam wadah berlabel. Apabila perawat tidak bisa meninggalkan sisi tempat tidur klien, teknik menutup jarum dengan satu tangan dapat dilakukan. CDC dan OSHA memadatkan jarum tidak ditutp kembali untuk mencegah petugas tertusuk jarum dan penularan penyakit.
26. Lepas sarung tangan sekali pakai. Cuci tangan Mengurangi penularan mikroorganisme
27. Untuk injeksi ID, gambar lingkaran di sekeliling tepian tempat injeksi dengan pensil kayu atau pulpen tinta. Tempat injeksi harus dibaca pada bagian interval untuk menentukan hasil tes.
28. Untuk injeksi SC dan IM, catat dosis obat, rute pemberian, tempat injeksi dan waktu serta tanggal injeksi pada catatan pengobatan. Tanda tangani dengan benar sesuai kebijakan institusi. Dokumentasi yang tepat waktu mencegah kesalahan dalam pemberian obat.
29. Untuk injeksi ID, catat daerah injeksi, jumlahj, dan tipe zat yang diuji dan tanggal serta waktu catatan otot. Pencatatan yang tepat waktu mencegah kesalahan dalam pemberian obat dan memungkinkan pengkajian selanjutnya.
30. Kembali ke kamar dan tanya apakah klien merasakan nyeri akut, sensasi terbakar, baal atau kesemutan pada tempat injeksi. Observasi adanya reaksi alergi setelah injeksi ID. Rasa tidak nyaman yang berlanjut dapat mengindikasikan cedera pada tulang atau saraf dibawah tempat injeksi. Reaksi anafilaktik dapat timbul secara tiba-tiba setelah injeksi ID akibat toksisitas obat.
31. Kembali untuk mengevaluasi respons terhadap pengobatan dalam 10 sampai 30 menit. Obat IM mengabsorpsi lebih cepat daripada SC; efek yang tidak diinginkan juga berkembang dengan cepat. Observasi menentukan kemanjuran.

D. Injeksi Intravena
Pemberian obat secara intravena ditujukan untuk mempercepat reaksi obat, sehingga obat langsung masuk ke sistem sirkulasi darah. Pemberian obat intravena ini dapat dilakukan langsung pada vena atau pada pasien yang dipasang infus, obat dapat diberikan melalui botol infus atau melekui karet pada selang infus. Tempat penyuntikan yaitu pada vena yang dangkal dan dekat dengan tulang, misalnya:

• Pada lengan (vena mediana cubiti/ vena cephalica)


• Pada tungkai (vena saphenous)
• Pada leher (vena jugularis) khusus pada anak


Gambar: vena great saphenous
1. Injeksi secara Langsung
Memberikan obat melelui vena secara langsung, di antaranya vena mediana cubitus/cephalika (daerah lengan), vena saphenous (tungkai), vena jugularis (leher), vena frontalis/temporalis di kepala. Tujuannya agar rekasi berlangsung cepat dan langsung masuk dalam pembuluh darah.
Peralatan dan Perlengkapan
1. Daftar buku obat/catatan, jadwal pemberian obat.
2. Obat dalam tempatnya.
3. Spuit sesuai dengan jenis ukuran.
4. Kapas alkohol dalam tempatnya.
5. Cairan pelarut
6. Bak injeksi.
7. Perlak dan alasnya.
8. Karet pembendung/ turniket.

Prosedur Pelaksanaan
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3. Bebaskan daerah yang akan dilakukan penyuntikan dari pakaian.
4. Ambil obat dalam tempatnya dengan spuit, sesuai dengan dosis yang akan diberikan. Apabila obat berada dalam bentuk bubuk, maka larutkan dengan pelarut (aquades steril).
5. Pasang perlak atau penngalas di bawah vena yang akan dilakukan penyuntikan.
6. Tempatkan obat yang telah diambil pada bak injeksi.
7. Desinfeksi dengan kapas alkohol.
8. Pada bagian atas daerah yang akan dilakukan pemberian obat dapat dilakukan dengan pengikatan dengan turniket, tegangkan dengan tangan atau minta bantuan atau membendung di atas vena yang akan dilakukan penyuntikan.
9. Ambil spuit yang berisi obat.
10. Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas dengan memasukkannya ke pembuluh darah dengan sudut ± 400.
11. Lakukan aspirasi. Bila sudah ada darah, lepaskan karet pembendung dan langsung semprotkan obat hingga habis.
12. Setelah selesai, tarik spuit dan lakukan penekanan pada daerah penusukan dengan kapas alkohol. Letakkan spuit yang telah digunakan ke dalam bengkok.
13. Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu, dan dosis pemberian obat.
14. Cuci tangan.
Gambar:


2. Pemberian Obat Melalui Wadah Intravena (Secara Tidak Langsung)
Memberikan obat intravena melalui wadah merupakan pemberian obat dengan menambahkan atau memasukkan obat ke dalam wadah cairan intravena. Tujuannya untuk meminimalkan efek samping dan mempertahankan kadar terapeutik dalam darah.

Peralatan dan Perlengkapan
1. Spuit dan jarum sesuai dengan ukuran.
2. Obat dalam tepatnya.
3. Wadah cairan (kantong/botol).
4. Kapas alkohol.
Prosedur Pelaksanaan
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan.
3. Periksa identitas pasien, kemudian ambil obat dan masukkan ke spuit.
4. Cari tempat penyuntikan obat pada daerah kantong.
5. Lakukan desinfeksi dengan kapas alkohol dan stop aliran.
6. Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga menembus ke bagian tengah dan masukkan obat ke dalam kantong/wadah cairan.
7. Setelah selesai, tarik spuit dan campur larutan dengan membalikkan kantong cairan secara perlahan-lahan dari satu ujung ke ujung lain.
8. Periksa kecepatan infus.
9. Cuci tangan.
10. Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu dan dosis obat.
Gambar:



3. Pemberian Obat Melalui Selang Intravena
Peralatan dan Perlengkapan
1. Spuit dan jarum yang sesuai dengan ukuran
2. Obat dalam tempatnya
3. Selang intravena
4. Kapas alkohol

Prosedur Pelaksanaan
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3. Periksa identitas pasien, kemudian ambila obat dan masukkan ke dalam spuit.
4. Cari tempat penyuntikan obat pada daerah selang intravena.
5. Lakukan desinfeksi dengan kapas alkohol dan stop aliran.
6. Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga menembus bagian tengah dan masukkan obat secara perlahan-lahan ke dalam selang intravena.
7. Setelah selesai, tarik spuit.
8. Periksa kecepatan infus dan observasi reaksi obat.
9. Cuci tangan.
10. Catat obat yang telah diberikan dan dosisnya.
Gambar:




E. Injeksi Intramuskular

Rute intramuskular (IM) memungkinkan absorpsi obat yang lebih cepat daripada rute SC karena pembuluh darah lebih banyak terdapat di otot.

Perawat menggunakan jarum berukuran lebih panjang dan lebih besar untuk melewati jaringan SC dan mempenetrasi jaringan otot dalam. Otot kurang sensitif terhadap obat yang mengiritasi dan kental. Wong (1995) menganjurkan untuk tidak memberi obat-obatan lebih dari 1 ml kepada anak kecil dan bayi yang sudah besar.

Perawat mengkaji integritas otot sebelum memberikan injeksi. Otot harus bebas dari nyeri tekan. Injeksi berulang di otot yang sama menyebabkan timbulnya rasa tidak nyaman yang berat. Perawat dapat meminimalkan rasa tidak nyaman selama injeksi dengan membantunya mengambil posisi yang dapat mengurangi ketegangan otot.

TEMPAT INJEKSI

Ketika memilih suatu tempat IM, perawat mengkaji hal-hal berikut :
1. Apakah area tersebut bebas infeksi atau nekrosis ?
2. Apakah daerah setempat mengalami memar atau abrasi ?
3. Dimana lokasi tulang, saraf, dan pembuluh darah utama ?
4. Berapa volume obat yang akan diberikan ?


a.Otot Vastus Lateralis

Otot vastus lateralis yang tebal dan berkembang baik adalah tempat injeksi yang dipilih untuk dewasa anak-anak, dan bayi.

b. Otot Ventrogluteal

Plot ventrogluteal meliputi gluteus meduis dan minimus. Perawat kemudian mencari otot dengan menempatkan telapak tangan di atas trokhanter mayor dan jari telunjuk pada spina iliaka superior anterior panggul paha kanan. Tangan kanan digunakan untuk panggul kiri dan tangan kiri digunakan untuk panggul kanan.
Gambar:

c. Otot Dorsogluteus

Otot dorsogluteus merupakan tempat yang biasa digunakan untuk injeksi IM. Namun, insersi jarum yang tidak disengaja ke dalam saraf siatik dapat menyebabkan paralisis permanen atau sebagian pada tungkai yang bersangkutan.
Gambar:


d. Otot Deltoid

Saraf radiasi, ulnaris dan arteri brakialis terdapat di dalam lengan atas di sepanjang humerus. Perawat jarang menggunakan daerah deltoideus, kecuali tempat injeksi lain tidak dapat diakses karena ada balutan, gips atau obstruksi lain.
Untuk menentukan lokasi otot deltoid, perawat meminta klien memajankankan seluruh lengan atas dan bahunya. Perawat sebaiknya tidak mencoba menggulung lengan baju yang ketat.
Gambar:




F. KEAMANAN DALAM PEMBERIAN OBAT MELALUI INJEKSI

Cedera akibat tusukan jarum pada perawat merupakan masalah yang signifikan dalam institusi pelayanan kesehatan dewasa ini. Dua patogen yang paling hepatitis B (HBV) dan menyebabkan masalah ialah virus human immunodeficiency virus (HIV). Miller (1994) melaporkan bahwa anda berisiko terkena cedera akibat tusukan jarum suntik melalui salah satu dari enam cara berikut :
1. Melesel ketika mencoba kembali menutup jarum dan menusuk tangan Anda yang sebelah.
2. Anda kembali menutup jarum dan jarum menembus tutup tersebut.
3. Tutup jarum yang sudah dipasang lepas.
4. Mencederai diri Anda sendiri saat mengumpulkan kotoran yang akan dibuang, yang ternyata berisi instrumen tajam.
5. Anda mencoba membuang terlalu banyak benda tajam pada suatu waktu.
6. Anda tertusuk oleh instrumen tajam yang menonjol dari tempat pembuangan benda-benda tajam yang terlalu penuh ketika Anda membuang sebuah instrumen tajam.

G. PENGGUNAAN OBAT TOPIKAL

a. Penggunaan pada Kulit

Karena banyak obat topikal lokal, misalnya losion, pasta, patches (koyo), dan salep dapat menimbulkan efek sistemik dan lokal, perawat harus memberikan obat-obatan ini dengan menggunakan sarung tangan dan aplikator.
Sebelum memberi obat, perawat membersihkan kulit dengan mencucinya perlahan menggunakan sabun dan air, merendam daerah bersangkutan, atau membersihkan jaringan sekitarnya.

Pada saat memberi salep atau pasta perawat mengoleskan obat merata pada permukaan bersangkutan dan menutup daerah tersebut dengan baik tanpa membungkusnya dengan lapisan tebal yang terlalu tebal. Salep buram mencegah terlihatnya dasar kulit.

Setiap tipe obat-salep, losion, bedak, dan patches (koyo) harus diberikan dengan cara tertentu untuk menjamin penetrasi dan absorpsi yang baik. Mengosok kulit dengan obat tersebut dapat menyebabkan iritasi.

b. Penggunaan Obat Mata

Obat yang biasa digunakan oleh klien ialah tetes mata dan salep, meliputi preparat yang dibeli bebas, misalnya air mata buatan dan vasokonstriktor. persentase besar klien yang menerima obat mata ialah klien lanjut usia. Masalah yang berhubungan dengan usia termasuk penglihatan yang buruk, tremor tangan, dan kesulitan dalam memegang atau menggunakan botol obat, memengaruhi kemudahan lansia menggunakan obat mata secara mandiri. Donnelly (1987) menganjurkan untuk memperlihatkan klien setiap langkah prosedur pemberian tetes mata untuk meningkatkan kepedulian klien. Prinsip berikut dapat diikuti saat memberikan obat mata :
1. Kornea mata banyak disuplai serabut nyeri sehingga menjadi sangat sensitif terhadap apapun yang diberikan ke kornea. Oleh karena itu, perawat menghindari memasukkan bentuk obat mata apa¬pun secara langsung ke kornea.
2. Risiko penularan infeksi dari satu mata ke mata lain sangatlah tinggi. Perawat menghindari menyentuh kelopak mata atau struktur mata yang lain dengan alat tetes mata atau tube salep.
3. Perawat menggunakan obat mata hanya untuk mata yang terinfeksi.


H. Pemberian Obat Secara Suposituria

1. Pemberian Obat Vagina

Obat vagina tersedia dalam bentuk supositoria, sabun, jeli atau krim. Obat supositoria tersedia dalam bungkus satuan dan dikemas dalam pembungkus timah. Penyimpanan di lemari es mencegah obat supositoria padat berbentuk oval meleleh. Setelah obat supositoria dimasukkan ke dalam rongga vagina, suhu tubuh akan membuat obat meleleh, didistribusikan dan diabsorpsi. Setelah memasukkan obat, klien mungkin berharap untuk memakai pembalut perineum untuk menampung drainase yang berlebihan. Karena obat vagina seringkali diberikan untuk mengobati infeksi, setiap rabas yang ke luar mungkin berbau busuk.






2. Pemberian Obat Rektal

Bentuk obat supositoria rektal berbeda dari obat supo¬sitoria vagina. Bentuk obat supositoria rektal lebih tipis dan bulat. Bentuk obat yang ujungnya bulat mencegah trauma anal ketika obat dimasukkan. Obat supositoria rektal mengandung obat yang memberikan efek lokal, misalnya meningkatkan defekasi, atau efek sistemik, misalnya mengurangi rasa mual dan menurunkan suhu tubuh. Obat supositoria rektal disimpan di dalam lemari es sebelum diberikan.

Selama memberikan obat perawat harus memasukkan obat supositoria melewati sfingter anal dalam dan menyentuh mukosa rektal. Obat supositoria tidak boleh dipaksa masuk ke dalam massa atau materi feses.


Tabel 4. Memberi Obat Vagina
Langkah Rasional
1. Tinjau kembali program dari dokter, termasuk nama klien, nama obat, bentuk (krim atau supositoria), rute pemberian, dosis dan waktu pemberian obat. Menjamin pemberian obat yang aman dan benar
2. Cuci tangan Mengurangi penularan infeksi.
3. Siapkan suplai :
a. Memasukkan supositoria
1) Supositoria vagina

2) Sarung tangan bersih, sekali pakai
3) Jel pelumas
4) Tisu wajah yang bersih
5) Bantalan perineum (bila perlu)
6) Tiket, format atau huruf cetak nama obat

Disimpan di dalam lemari pendingin untuk mempertahankan bentuk padat.


Mempermudah pemasukan supositoria
b. Masukkan krim atau sabun vagina
1) Krim atau sabun vagina
2) Aplikator plastik
3) Sarung tangan bersih, sekali pakai
4) Serbet kertas
5) Pembalut perineum (opsional)
6) Tiket, format atau huruf cetak nama obat
Disiapkan dalam tube atau kaleng plastik
4. Periksa identifikasi klien dengan membaca gelang identifikasi dan menanyakan nama klien Memastikan klien yang menerima obat benar
5. Inspeksi kondisi genitalia eksterna dan saluran vagina Temuan menjadi data dasar untuk memantau efek obat.
Langkah Rasional
6. Kaji kemampuan klien menggunakan aplikator atau supositoria dan mengambil posisi saat obat dimasukkan Pembatasan mobilitas mengidentifikasi tingkat bantuan yang diperlukan dari perawat.
7. Jelaskan prosedur kepada klien. Jelaskan secara terinci, jika klien ingin memasukkan obatnya sendiri. Meningkatkan pemahaman. Akan memampukan klien memasukkan obatnya sendiri, jika ia secara fisik mampu.
8. Atur suplai di sisi tempat tidur Menjamin kelancaran prosedur
9. Tutup gorden atau pintu kamar Menjaga privasi
10. Bantu klien berbaring dalam posisi dorsal rekumben Mempermudah akses ke saluran vagina dan memajankan saluran vagina dengan baik. Juga memungkinkan supositoria larut tanpa keluar melalui orifisum.
11. Jaga abdomen dan ektermitas bawah tetap tertutup. Meminimalkan rasa malu
12. Kenakan sarung tangan sekali pakai Mencegah penularan infeksi antara anda dan klien
13. Pastikan orifisum vagina disinari dengan baik oleh lampu kamar atau oleh lampu leher angsa. Supaya dapat memasukkan dengan tepat, genitalia eksterna harus dapat dilihat.
14. Masukkan supositoria dengan tangan terbungkus sarung tangan :
a. Keluarkan supositoria dari bungkus timah dan oleskan sejumlah jeli perroleum pada ujung yang bundar atau licin. Lumasi jari telunjuk yang dibungkus sarung tangan pada tangan yang dominan.
b. Dengan tangan tidak dominan yang dibungkus sarung tangan, dengan perlahan tarik lipatan labia.
c. Masukkan ujung bundar supositoria di sepanjang dinding posterior saluran vagina dengan sepanjang jari tangan (7,5 sampai 10 cm)
d. Tarik jari dan seka pelumas dari daerah sekeliling orifisium dan labia.

Pelumas mengurangi gesekan pada permukaan mukosa selama insersi supositoria.




Memajankan orifisum vagina.



Penempatan yang tepat memastikan distribusi obat yang merata di sepanjang dinding rongga vagina.


Mempertahankan kenyamanan

15. Beri krim atau sabun
a. Isi aplikator krim dan sabun sesuai dengan petunjuk pada kemasan botol.
b. Dengan tangan tidak dominan yang dibungkus sarung tangan, tarik lipatan labia dengan lembut.
c. Dengan tangan dominan yang dibungkus sarung tangan, masukkan aplikator kira-kira 5 sampai 7,5 cm. Dorong pengisap aplikator untuk menempatkan obat ke dalam vagina.
Dosis ditentukan oleh volume di dalam aplikator.

Memajankan orifisum vagina.


Memungkinkan distribusi obat yang merata di sepanjang dinding vagina.
Langkah Rasional
d. Tarik aplikator dan letakkan di atas serbet kertas. Seka sisa krim dari labia atau lubang vagina Krim residu pada aplikator dapat mengandung mikroorganisme.
16. Lepas sarung tangan dengan menarik bagian dalam sarung tangan keluar dan buang ke dalam wadah yang tepat. Cuci tangan. Mengurangi perpindahan infeksi
17. Instruksikan klien untuk tetap berbaring telentag selama sekurang-kurangnya 10 menit. Obat akan didistribusikan dan diabsorbsi merata melalui rongga vagina dan tidak keluar melalui orifisium.
18. Apabila aplikator digunakan, cuci dengan sabun dan air hangat, bilas dan simpan untuk penggunaan selanjutnya. Rongga vagina tidak steril. Sabun dan air membantu memindahkan bakteri dan krim residu.
19. Tawarkan klien pembalut perineum ketika ia mulai bergerak. Memberi rasa nyaman.
20. Inspeksi kondisi saluran vagina dan genetalia eksterna di antara pemberian obat. Mengevaluasi apakah obat vagina mengurangi iritasi atau inflamasi jaringan dengan efektif.
21. Catat nama obat, dosis, cara pemberian dan waktu pemberian obat pada catatan obat. Pencatatan yang tepat pada waktunya mencegah kesalahan dalam pemberian obat.



























BAB III
PENUTUP

Obat adlah zat yang digunakan dalam diagnosis, terapi, penyembuhan, penurunan atau pencegahan penyakit.klasifikasi obat mengidentifikasikan efek pada sistem tubuh,gejala yang dihilangkan atau efek yang diinginkan.setiap golongan berisi obat yang diprogramkan untuk jenis masalah kesehatan yang sama.komposisi fisik dan kimia obat dalam satu golongan tidak selalu sama dan setiap obat memiliki lebih dari satu golongan.obat juga berfungsi mengganti zat tubuh yang hilang,contoh insulin,hormone tiroid atau estrogen.obat juga dapat melindungi sel dari agens kimia lain.
Kita sebagai calon perawat harus mengetahui karakteristik umum obat ,agar dapat memantau dan memberikan obat sesuai dengan jenis diagnosa yang terjadi pada klien.perilaku perwat saat memberikan obat dapat berdampak pada respon klien terhadap pengobatan,apa bila perawat memberi kesan bahwa obat dapat membantu,pengobatan kemungkinan akan memberikan efek yang positif dan apa bila perawat terlihat kurang peduli saat klien mersakan tidak nyaman obat yang diberikan relative tidak efektif.



















































DAFTAR PUSTAKA




Kusmiyati, Yuni (2007). Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya.
Potter, Patricia A. (2005). Fundamental of Nursing: Concepts, Proses adn Practice 1st Edition. Jakarta: EGC.